Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan perpanjangan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sektor otomotif sebesar 100% hingga Agustus 2021 tak melulu mendapat tanggapan positif. Sebagian pihak menganggap kebijakan ini justru tampak kontradiktif dengan kondisi perekonomian Indonesia sekarang.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira menilai, PPnBM secara filosofis memiliki tujuan untuk mengendalikan ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin dengan objeknya adalah barang mewah. Selain itu, fungsi lain PPnBM adalah untuk mendorong masyarakat mengalihkan konsumsinya ke produk yang lebih ramah lingkungan.
Dari situ, kebijakan diskon PPnBM otomotif yang berlaku saat ini tentu bertentangan dengan filosofinya. “Kalau PPnBM mobil listrik lebih kecil dari mobil BBM itu pas. Tapi, saat ini justru mobil BBM yang diturunkan PPnBM-nya. Itu kebijakan yang kurang sinkron,” ungkap dia, Minggu (13/6).
Setali tiga uang, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, efek perpanjangan masa berlaku diskon PPnBM 100% untuk sektor otomotif tidak banyak bagi perekonomian nasional.
Baca Juga: Pemerintah memperpanjang diskon PPnBM otomotif 100% sampai Agustus 2021
Apalagi, insentif ini hanya menyasar kelompok menengah atas yang level konsumsinya tidak terlalu terganggu. Di sisi lain, daya beli masyarakat menengah ke bawah sudah menurun drastis semenjak adanya pandemi Covid-19.
Pemerintah pun sebaiknya mengalihkan subsidi yang dipakai untuk insentif PPnBM tersebut menuju sektor-sektor yang jauh lebih membutuhkan. Misalnya, subsidi untuk insentif tenaga kesehatan dan penyedia fasilitas isolasi mandiri. “Harusnya pemerintah fokus dulu pada penanganan pandemi Covid-19, apalagi kasusnya sudah mulai meningkat lagi karena ada varian baru,” ujar Trubus, hari ini (13/6).
Kebijakan perpanjangan insentif PPnBM otomotif pun jelas kontraproduktif. Ini mengingat di saat yang bersamaan pemerintah berencana mengenakan PPN untuk jasa pendidikan dan barang sembako yang notabene menyasar seluruh lapisan masyarakat atau menyangkut hajat hidup banyak orang.
Baca Juga: Insentif PPnBM mobil diperpanjang sampai Agustus 2021, ini kata Honda Prospect Motor
Trubus berpendapat, pengenaan pajak tersebut tentu bertentangan dengan UUD 1945 yang mana pemerintah harus bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19, pemerintah juga diharapkan menciptakan kondisi di mana masyarakat punya daya beli yang stabil.
Tapi, pemerintah belum bisa memenuhi hal tersebut bila berkaca pada kebijakan perpajakan yang ada. “Hal-hal mendasar seperti pendidikan dan sembako tidak bisa dieksploitasi melalui kebijakan pajak. Beda dengan mobil yang dari awal bukan kebutuhan primer manusia,” ungkap dia.
Sementara itu, Bhima berpendapat, prinsip keadilan pajak seharusnya dijunjung tinggi sehingga tidak menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa kebijakan pajak pemerintah hanya menguntungkan orang kaya.
Baca Juga: Diskon PPnBM 100% diperpanjang, target penjualan mobil nasional diharapkan tercapai
Dia pun berkaca pada pembahasan opsi tax amnesty jilid II yang sedang berlangsung di kalangan pemerintah. Menurutnya, hal itu kurang pas di saat negara-negara lain justru berupaya mengejar pajak dari kalangan menengah ke atas.
Lantas, Bhima menyebut ada tiga formulasi pajak yang ideal untuk mengatasi defisit anggaran selama pandemi Covid-19, yaitu menutup celah penghindaran pembayaran pajak, meningkatkan porsi pajak untuk kelompok orang kaya, dan memberikan relaksasi pajak termasuk PPN agar daya beli masyarakat menengah ke bawah cepat pulih.
Baca Juga: Relaksasi PPnBM 100% diperpanjang hingga Agustus, begini kata Toyota Astra Motor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News