Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Trubus berpendapat, pengenaan pajak tersebut tentu bertentangan dengan UUD 1945 yang mana pemerintah harus bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19, pemerintah juga diharapkan menciptakan kondisi di mana masyarakat punya daya beli yang stabil.
Tapi, pemerintah belum bisa memenuhi hal tersebut bila berkaca pada kebijakan perpajakan yang ada. “Hal-hal mendasar seperti pendidikan dan sembako tidak bisa dieksploitasi melalui kebijakan pajak. Beda dengan mobil yang dari awal bukan kebutuhan primer manusia,” ungkap dia.
Sementara itu, Bhima berpendapat, prinsip keadilan pajak seharusnya dijunjung tinggi sehingga tidak menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa kebijakan pajak pemerintah hanya menguntungkan orang kaya.
Baca Juga: Diskon PPnBM 100% diperpanjang, target penjualan mobil nasional diharapkan tercapai
Dia pun berkaca pada pembahasan opsi tax amnesty jilid II yang sedang berlangsung di kalangan pemerintah. Menurutnya, hal itu kurang pas di saat negara-negara lain justru berupaya mengejar pajak dari kalangan menengah ke atas.
Lantas, Bhima menyebut ada tiga formulasi pajak yang ideal untuk mengatasi defisit anggaran selama pandemi Covid-19, yaitu menutup celah penghindaran pembayaran pajak, meningkatkan porsi pajak untuk kelompok orang kaya, dan memberikan relaksasi pajak termasuk PPN agar daya beli masyarakat menengah ke bawah cepat pulih.
Baca Juga: Relaksasi PPnBM 100% diperpanjang hingga Agustus, begini kata Toyota Astra Motor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News