Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ajang tahunan industri panas bumi terbesar di Tanah Air, The 11th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025 resmi dibuka di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) memanfaatkan momentum ini untuk mempertegas arah bisnisnya, tidak hanya pada pembangkit listrik tenaga panas bumi, tetapi juga pada diversifikasi produk bernilai tambah.
Direktur Utama PGEO Julfi Hadi menekankan bahwa prospek panas bumi di luar sektor kelistrikan (off-grid) semakin menjanjikan.
“Analisis kami menunjukkan potensi komersial tinggi dalam bisnis off-grid, termasuk green hydrogen dan green ammonia yang diperkirakan tumbuh signifikan pada 2030. Ini kesempatan yang penting untuk ditangkap oleh PGE,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (18/9/2025).
Baca Juga: Pertamina Geothermal Energy (PGEO) Intip Peluang Ekspansi Panas Bumi
Julfi menyebut PGE kini tengah menyiapkan ekosistem hidrogen hijau. Dengan rantai bisnis terintegrasi mulai dari sumber energi panas bumi, elektrolisis, infrastruktur midstream, hingga penyerap akhir (offtaker), Pertamina disebut menjadi satu-satunya pelaku di Indonesia yang memiliki end-to-end value chain di sektor ini.
Selain membuka pasar baru, PGE tetap fokus pada target peningkatan kapasitas panas bumi menjadi 1 gigawatt (GW) dalam 2–3 tahun ke depan, dan 1,7 GW pada 2034. Perusahaan telah mengidentifikasi potensi tambahan hingga 3 GW dari 10 wilayah kerja panas bumi (WKP) yang dikelola secara mandiri.
“Angka ini bukan hanya data teknis, melainkan cerminan besarnya peluang Indonesia memperkuat ketahanan energi sekaligus mempercepat transisi menuju energi bersih,” kata Julfi.
PGE saat ini mengoperasikan kapasitas terpasang 727 MW dari enam wilayah operasi. Perusahaan juga tengah mengembangkan sejumlah proyek strategis, termasuk PLTP Hululais Unit 1 & 2 (110 MW) dan proyek co-generation dengan total kapasitas 230 MW. P
Baca Juga: Begini Strategi Pertamina Geothermal Energy (PGEO) Kerek Kinerja di Tahun 2025
LTP Lumut Balai Unit 2 berkapasitas 55 MW yang mulai beroperasi penuh pada Juni lalu menjadi salah satu tonggak penting pencapaian.
Pemerintah pun memberi sinyal kuat mendorong percepatan panas bumi sebagai tulang punggung energi baru terbarukan (EBT).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan permintaan panas bumi ke depan akan semakin besar karena tidak hanya dipakai untuk rumah tangga, tetapi juga industri dari hulu hingga hilir.
Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 menargetkan porsi EBT naik menjadi 69,5 gigawatt (GW).
Sementara itu, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menegaskan bahwa perizinan panas bumi kini lebih cepat. “Dulu butuh 1,5 tahun, sekarang hanya 7 hari melalui OSS. Dalam lima tahun, kami menargetkan percepatan 1 GW kapasitas baru,” jelasnya.
IIGCE 2025 yang berlangsung 17–19 September di Jakarta International Convention Center menjadi ruang bagi pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha untuk membahas strategi penguatan industri panas bumi.
Baca Juga: Pertamina Geothermal Energy Gandeng Perusahaan Turki Kembangkan Energi Panas Bumi
Tahun ini, acara yang dihelat Asosiasi Panasbumi Indonesia (INAGA) bersama Direktorat Jenderal EBTKE mengusung tema “Fostering Collaboration for a Green Economy in Indonesia: The Role of Geothermal Energy in Sustainable Growth.”
Selanjutnya: Pengendali Langgar Komitmen, Saham KOKA Kena Suspensi
Menarik Dibaca: Bawa Kisah Romansa Rumit & Lucu, Begini Sinopsis Dilanjutkan Salah, Disudahi Perih
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News