kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pertamina Geothermal Energy targetkan miliki kapasitas listrik 1.112 MW di 2026


Selasa, 13 Agustus 2019 / 20:04 WIB
Pertamina Geothermal Energy targetkan miliki kapasitas listrik 1.112 MW di 2026
ILUSTRASI. Pertamina Geothermal Energy targetkan miliki kapasitas listrik 1.112 MW di 2026


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) akan menambah kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebanyak 495 Megawatt (MW) hingga tahun 2026. Dengan tambahan tersebut, total kapasitas setrum yang dimiliki PGE pada tahun 2026 ditargetkan mencapai 1.112 MW.

Direktur Utama PGE Ali mundakir menjelaskan, saat ini PGE telah memiliki total kapasitas terpasang sebesar 617 MW. Jumlah itu akan bertambah menjadi 672 MW seiring dengan beroperasinya PLTP Mulut Balai Unit 1 sebesar 55 MW yang ditargetkan pada awal September tahun ini.

Ali merinci, pembangkit geothermal yang dimiliki PGE saat ini ialah PLTP Kamojang (235 MW), PLTP Ulubelu (220 MW), PLTP Lahendong (120 MW), PLTP Karaha (30 MW) dan PLTP Sibayak (12 MW).

Untuk mencapai target tersebut, Ali mengatakan, PGE akan mendapatkan suntikan dana dari induk usaha, yakni PT Pertamina. Total investasi yang akan diberikan sebesar US$ 2,68 miliar.

"Pertamina sampai 2026 kasih uang US$ 2,6 miliar untuk menambah install capacity PGE menjadi 1.112 MW," kata Ali saat ditemui di Jakarta Convention Center, Selasa (13/8).

Setelah pada tahun ini mendapatkan tambahan 55 MW dari PLTP Lumut Balai Unit-1, Ali mengatakan bahwa Unit-2 PLTP Lumut Balai akan beroperasi pada tahun 2020.

Selanjutnya, pada tahun 2022 dan 2023, PLTP Hululais ditargetkan bisa beroperasi komersial secara bertahap dengan kapasitas 2 x 55 MW. Saat ini, kata Ali, PGE sudah melakukan pengeboran sebanyak 21 sumur dan akan menambah dua sumur injeksi.

"Jadi nanti total 23 sumur. 2022 mulai ada tambahan dari PLTP Hululais, Biasanya antara Unit-1 dan Unit-2 (selang waktu pengoperasian) 6 bulan," ungkap Ali.

Lebih lanjut, Ali mengatakan pihaknya juga tengah mengembangkan PLTP Seulawah di Aceh. Setrum dari pembangkit geotermal ini rencananya sudah mulai masuk pada tahun 2024 sebesar 10 MW.

Menurut Ali, PLTP Seulawah akan dikembangkan secara bertahap, dengan proyeksi kapasitas total mencapai 55 MW-110 MW. "Kalau biasanya kan nunggu lama dulu, tapi (PLTP Seulawah) ini begitu sumur dibor dan sudah bisa diproduksi, ya kita bangun secara bertahap," terangnya.

Di samping itu, Ali bilang, PGE akan menambah kapasitas pembangkit melalui skema pengembangan skala kecil antara 5 MW dan 20 MW (small-scale) dari pembangkit-pembangkit yang saat ini sudah beroperasi. "Jadi optimalisasi dari lapangan yang ada, kita ekstrak panasnya," jelasnya.

Untuk mencapai jumlah kapasitas terpasang yang ditargetkan, Ali juga bilang, Pertamina akan mengikuti lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang ditawarkan pemerintah. Hanya saja, Ali tak membeberkan lebih lanjut mengenai rencana tersebut.

"Yang ikut lelang kan Pertamina, nanti ditugaskan ke PGE. KIta memang perlu WKP baru supaya bisa tumbuh seperti itu (target kapasitas PLTP terpasang)," ungkap Ali.

Lebih jauh, Ali tak menampik bahwa pengembangan panas bumi masih memerlukan insentif dari negara. Ali mencontohkan, dorongan yang diperlukan pengembang panas bumi antara lain insentif infrastruktur, seperti pembangunan jalan dan jembatan.

Dengan adanya insentif tersebut, Ali menilai pengembangan panas bumi bisa lebih kompetitif. "Misalnya hidro (PLTA) yang bangun DAM-nya kan pemerintah. Kalau di panas bumi, jalan, jembatan itu kita yang bangun. Insentif infrastruktur ini sedang diusulkan," ujarnya.

Selain itu, Ali juga mendorong adanya government drilling atau pengeboran yang dilakukan dengan biaya negara. Dengan skema itu, tender baru dilakukan setelah pengeboran yang dilakukan pemerintah membuahkan hasil.

"Setelah satu wilayah dibor pemerintah dan hasilnya bagus, baru kemudian ditender. Nah itu bisa mengurangi risiko," tandas Ali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×