Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam upaya pengembangan biodiesel melalui B100, PT Pertamina (Persero) meminta dukungan pemerintah lewat kebijakan domestic market obligation (DMO) minyak sawit.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, kebijakan DMO sawit yang diharapkan nantinya dapat meliputi volume serta harga minyak sawit.
"Kami membutuhkan dukungan DMO, seperti PLN membangun 35.000 MW membutuhkan pasokan batubara besar," jelas Nicke di Gedung Komisi VII DPR RI, Rabu (29/1).
Baca Juga: Tak lagi dengan ENI, Pertamina buka opsi gandeng mitra baru di proyek kilang hijau
Nicke melanjutkan, Pertamina berharap diterapkannya batas atas dan bawah untuk harga minyak sawit.
Adapun, batas bawah meliputi biaya produksi plus margin demi menjaga keberlangsungan bisnis produsen minyak sawit dan batas atas sesuai harga pasar demi menjaga keberlangsungan bisnis Pertamina.
Tak sampai disitu, bentuk dukungan lain yang dibutuhkan oleh Pertamina yakni dari sektor perpajakan.
Nicke menuturkan, proses pengolahan CPO yang berlangsung di luar kilang biasanya dikenakan pajak.
"Dari Crude Palm Oil (CPO) ke Fatty Acid Methyl Ester (FAME) kena pajak, ketika diproses lagi kena lagi, jadi kita butuh dukungan," jelas Nicke.
Demi merealisasikan target program B100, Pertamina akan melakukan tiga langkah utama meliputi rencana jangka menengah hingga jangka panjang.
Langkah pertama yang dilakukan yakni melalui skema co-processing dalam tahapan produksi biodiesel.
Adapun, lewat skema ini, Pertamina mencampurkan minyak mentah (crude) dengan Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO).
Nicke mengungkapkan skema ini telah diterapkan pada Kilang Plaju dan Kilang Dumai sejak dua tahun lalu. Hingga saat ini, skema ini diklaim telah berhasil mencampurkan RBDPO dengan campuran sebesar 20%.
"Tahun ini akan diterapkan di Cilacap yang dinilai sudah siap coprocessing sehingga kapasitasnya bisa ditingkatkan dan selanjutnya diterapkan diseluruh kilang Pertamina," tutur Nicke.
Baca Juga: Transisi Blok Rokan, Dirut Pertamina: Kami siap tetapi tetap ikuti aturan
Langkah kedua yang dilakukan yakni membangun unit kilang hijau baru di Plaju. Proyek yang turut bekerjasama dengan perusahaan migas asal Italia, ENI, kini dijalankan sendirian oleh Pertamina.
"Nah jadi kita jalan sendiri. Kapasitasnya 20 ribu barel per hari untuk tiap unit. Lalu kalau mau 80 ribu berarti 4 unit dan akan hasilkan 1 juta kiloliter per tahun," jelas Nicke.
Proyek ini sendiri diharapkan mulai beroperasi pada 2024 mendatang.
Baca Juga: Ditjen Pajak berikan perlakuan khusus untuk pemeriksaan pajak Pertamina
Langkah ketiga yang dilakukan yakni melalui perbaikan alias revamping pada Kilang Cilacap.
Program revamping Kilang Cilacap ditargetkan rampung pada 2022 mendatang dan nantinya akan diterapkan di tempat lainnya.
Lewat langkah ini, kapasitas produk B100 diprediksi mencapai 300 ribu ton per tahun
Skema revamping dinilai penting untuk dilakukan demi memungkinkan pencampuran FAME dengan solar.
Nicke mengungkapkan, pencampuran biasanya hanya dapat dilakukan maksimal pada kadar 30%.
"Selebihnya kalo mau B40 atau B50 harus ditambahkan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau B100. Jadi kalo B50 20 fame 30 HVO," terang Nicke.
Baca Juga: Kementerian ESDM proyeksikan lifting minyak alami penurunan di 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News