Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina dalam gelaran Pertamina Energy Forum 2019 mengaku siap mewujudkan outlook green energy 2050.
Kebutuhan energi global diprediksi terus meningkat hingga 2050 karena penduduk dunia yang terus bertumbuh. Populasi dan kebutuhan energi, khususnya di negara-negara berkembang, dianggap sebagai pendorong utama global megatrend.
Ketika pertumbuhan ekonomi global diprediksi melambat, ekonomi di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata ekonomi global.
Baca Juga: Pertamina akan rambah bisnis baterai untuk mendukung program mobil listrik
Sektor industri dan transportasi merupakan konsumen energi terbesar dengan akumulasi 73% dari total kebutuhan energi.
Dewan Penasihat Pertamina Energy Institute Widyawan Prawiraatmadja menyadari peran penting pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut.
“Sebagai pelaku usaha ujung tombak energi nasional, PT Pertamina (Persero) berperan penting menerjemahkan kebijakan pemerintah dalam energi transisi dari energi fosil ke energi baru terbarukan,” ujar Widyawan saat berbicara pada Pertamina Energy Forum 2019 bertema “Global Trend: What is Driving the Energy Revolution?” di Jakarta, Selasa (26/11).
Baca Juga: Pertamina: Kuota solar akan habis di November 2019
Lebih jauh Widyawan mengungkapkan transisi energi merupakan suatu keniscayaan. Untuk itu, dirinya yakin Pertamina dapat mengimplementasikan keinginan pemerintah, seperti biofuel, tapi juga tetap sustainable dalam melakukan bisnis.
Widyawan menilai, Pertamina sudah siap menghadapi perkembangan global di bidang energi baru terbarukan, khususnya di sektor transportasi dengan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan.
Dia memproyeksikan hingga 2050, sekitar 50% dari bahan bakar kendaraan bersumber dari biofuel. Di samping itu, pembangkitan listrik dari sumber daya baru terbarukan akan terus bertumbuh.
Baca Juga: Pertamina: Beberapa perusahaan berminat jadi partner di Blok Mahakam
“Pertamina sudah terlibat langsung dalam pengembangan energi baru terbarukan untuk sektor transportasi, seperti pengembangan B20 dan baru-baru ini sudah meresmikan penggunaan B30,” jelas Widyawan.
Pertamina memproyeksikan energi fosil seperti minyak dan gas dan batubara, masih memainkan peran utama jika menggunakan scenario business-as-usual.
Berdasarkan scenario Market as Driver Pertamina, batubara masih mempunyai peran besar dalam bauran energi. Di samping itu, B30 dan E20 (Ethanol 20%) sudah diimplementasikan dibarengi dengan penggunaan solar rooftop, geothermal dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Baca Juga: Tekan penurunan produksi, Pertamina akan mengebor 122 sumur di Blok Mahakam pada 2020
Sementara itu, berdasarkan skenario Green as Possible, Pertamina memproyeksikan terjadi transisi elektrifikasi yang masif dari sumber energi fosil ke sumber energi baru terbarukan.
Bahan bakar B50 (Biosolar kadar 50%) dan E50 (Ethanol kadar 50%) sudah diaplikasikan dan pembangkitan listrik energi baru terbarukan makin banyak terpasang.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto mengungkapkan pemerintah telah memberikan dukungan bagi investor baik berbentuk regulasi, perizinan serta insentif fiskal.
Baca Juga: Bahas kilang Cilacap, Pertamina kembali jajaki dua opsi dengan Saudi Aramco
“Kebijakan dan birokrasi yang menghambat kita kurangi, investor juga diberi insentif pajak,” kata Djoko dalam kesempatan yang sama
Secara global, Executive DirectorIHS Markitt Nick Sharma memproyeksikan energi baru terbarukan akan menyumbang lebih dari 70% dari total kapasitas pembangkitan energi.
“Saat ini, batubara masih merupakan energi yang paling murah, namun energi baru terbarukan semakin lama akan lebih bersaing,” kata Nick.
Namun, Nick memprediksi porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi global pada 2050 masih di kisaran 10-20% dan masih pentingnya peran energi fosil di negara-negara berkembang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News