Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
"Hal ini tercermin pada tren Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang cenderung bergerak uptrend sejak tahun 2020, sejalan dengan pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang diestimasikan oleh Bank Indonesia pada kuartal II 2023 tumbuh 5,1% YoY," terangnya.
Selain itu, ia melihat ada potensi pertumbuhan nilai pasar suplemen herbal di Asia Tenggara. Berdasarkan data Fortune Business Insights, perkiraan nilai pasar obat dan suplemen herbal Asia Tenggara akan mencapai US$ 10,6 miliar pada tahun 2026, dengan CAGR tumbuh 5,5% di 2018-2026.
Penggerak utama pada kenaikan tren nilai pasar ini adalah tingginya kesadaran masyarakat bahwa gaya hidup sehari-hari telah merusak tubuh, sehingga terdapat dorongan untuk melakukan pemeliharaan kesehatan preventif dan peningkatan daya tahan tubuh.
Baca Juga: Saham Emiten Farmasi LQ45 KLBF dan SIDO Rebound, Saatnya Beli atau Jadi Penonton?
Selain itu kembalinya minat masyarakat terhadap obat herbal karena memiliki efek samping yang minim.
Analis BRI Danareksa Natalia Sutanto melanjutkan, BMKG memperkirakan cuaca kering dan panas akan terus berlanjut di Indonesia dalam beberapa bulan ke depan. Sejak cuaca kering dan panas dimulai pada bulan Agustus, pihaknya melihat adanya potensi untuk repeat order yang lebih cepat dari rumah sakit akibat meningkatnya jumlah pasien pada kuartal III - kuartal IV.
"Kami percaya hal ini akan berdampak pada permintaan yang lebih tinggi untuk obat bebas dan obat resep di semester II 2023," katanya.
Salah satu emiten yang akan diuntungkan adalah PT Kalbe Farma Tbk (KLBF). Sebab, terdapat potensi pertumbuhan penjualan yang lebih tinggi, terutama di kategori OTC. "Dari sisi marjin, diperkirakan juga akan lebih tinggi, khususnya di divisi nutrisi karena dampak yang berkepanjangan pada persediaan," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News