Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pergerakan harga minyak maupun penurunan permintaan minyak akibat pandemi Covid-19 memberikan tekanan sangat signifikan terhadap keuangan dan operasional perusahaan energi nasional dan juga internasional, khususnya yang memiliki bisnis utama di minyak dan gas bumi.
Sebagai contoh net income perusahaan – perusahaan energi sampai dengan kuartal-2 tahun ini bernilai negatif, antara lain Shell (-US$ 18,1 miliar dibandingkan dengan US$ 9 miliar di periode yang sama di tahun 2019), BP (-US$ 21,9 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 sebesar US$ 4,9 miliar), Total (-US$ 8,4 miliar vs US$ 5,9 miliar tahun 2019), Chevron (-US$ 4,6 miliar vs US$ 6,9 miliar di 2019) dan ENI (-US$ 8,2 miliar vs US$ 1,7 miliar di 2019).
"Total penurunan net income dari seluruh perusahaan tersebut mencapai -90 miliar USD," ujar Widhyawan Prawiraatmadja, Gubernur Indonesia untuk OPEC (2015-2016) dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/9).
Menurut Widhyawan, hal yang sama dirasakan oleh perusahaan energi di Indonesia, salah satunya Pertamina, yang ikut terguncang oleh triple shock yang terjadi pada semester-1 2020.
Baca Juga: Pertamina proyeksikan kebutuhan LPG subsidi tahun 2021 mencapai 7,5 juta metrik ton
Pukulan pertama, imbuhnya, terjadi pada penurunan konsumsi BBM karena pandemi Covid-19. Kedua, terjadi akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang menyebabkan kerugian selisih kurs sebesar US$ 211 juta pada semester-1 2020 dan ketiga berupa penurunan harga minyak dunia karena kondisi pasar yang oversupply.
“Cukup masuk akal jika melihat kondisi keuangan yang negatif pada semester-1,” tegas Widhyawan.
Namun demikian, Widhyawan optimis melihat angin segar yang dapat dilihat dalam Laporan Keuangan Pertamina dimana laba operasi bulan Juni 2020 sebesar 443 juta USD dan EBITDA sebesar US$ 2,61 miliar serta aktivitas ekonomi yang mulai berjalan juga mendorong peningkatan konsumsi BBM dalam negeri, sehingga jika sebelumnya diprediksikan penurunan konsumsi BBM mencapai 20%, kini penurunannya menjadi hanya sekitar 12%.
"Pertamina perlu menjaga kondisi keuangan agar tetap dapat bertahan menyediakan energi secara berkelanjutan untuk menopang pemulihan ekonomi Indonesia yang terdampak Covid-19," sarannya.
The triple shock akibat krisis Covid-19, tambahnya, merupakan tantangan tersendiri bagi Pertamina yang mengemban tugas Public Service Obligation untuk menjamin ketersediaan BBM di sektor hilir.
Widhyawan pun mengapresiasi upaya pemerintah untuk terus memberikan stimulus pemulihan ekonomi secara langsung dan menekan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia akan menjadi kunci dalam pemulihan tingkat konsumsi nasional.
Baca Juga: Harga BBM belum turun, Pertamina pilih tebar promo diskon dan cashback
"Pulihnya kembali aktifitas ekonomi nasional ini akan menjadi aspek menentukan terhadap keberhasilan upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan energi untuk memperbaiki kembali kinerja operasional & finansial," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News