kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.098.000   -17.000   -0,80%
  • USD/IDR 16.571   109,00   0,66%
  • IDX 8.008   -16,75   -0,21%
  • KOMPAS100 1.116   -7,41   -0,66%
  • LQ45 809   -5,92   -0,73%
  • ISSI 276   0,10   0,04%
  • IDX30 421   -3,05   -0,72%
  • IDXHIDIV20 483   -7,14   -1,46%
  • IDX80 123   -0,71   -0,57%
  • IDXV30 132   -1,87   -1,40%
  • IDXQ30 134   -2,10   -1,54%

Logistik National Masih Terkendala Persaingan Harga dan Minim Regulasi


Senin, 04 Agustus 2025 / 05:30 WIB
Logistik National Masih Terkendala Persaingan Harga dan Minim Regulasi
ILUSTRASI. ABK kapal kargo KM Kendhaga Nusantara 7 mengawasi proses muat kontainer ke KM Kendhaga Nusantara 7 di Dermaga Berlian, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (4/1/2023).


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pertumbuhan pesat e-commerce, industri logistik Indonesia masih dibayangi sejumlah tantangan klasik, seperti persaingan harga yang tidak sehat, kurangnya koordinasi, serta ketiadaan regulasi yang tegas.

Pengamat bisnis sekaligus praktisi logistik, Muhamad Pahlevi, menyampaikan bahwa kondisi ini telah berlangsung cukup lama dan memerlukan reformasi menyeluruh.

Ia menilai akar persoalan terletak pada belum adanya sistem logistik nasional yang terintegrasi serta belum tersedianya regulasi tunggal yang mengatur standar layanan, tarif, dan kualitas secara menyeluruh.

Pahlevi menyebut bahwa para pelaku usaha logistik saat ini masih bekerja secara terpisah tanpa koordinasi yang jelas. “Akibatnya, terjadi duplikasi layanan, persaingan harga ekstrem, dan pengambilan margin yang sangat tipis, bahkan ada yang hanya mengantongi sekitar Rp150.000 saja, yang pada akhirnya habis untuk menutup biaya operasional,” papar Pahlevi dalam keterangannya, Minggu (4/8).

Baca Juga: Biaya Logistik Tinggi Berpotensi Menghambat Daya Saing RI di Pasar Global

Ia membagi sektor logistik menjadi dua kelompok besar, yaitu layanan kurir seperti JNE, Pos Indonesia, dan SAP, serta jasa logistik antar gudang atau proyek. Namun, keduanya kini sama-sama menghadapi tekanan harga, baik di tingkat pusat distribusi maupun antar penyedia jasa.

Menurutnya, tanpa kehadiran regulasi yang memadai, kompetisi menjadi tidak seimbang, karena harga murah cenderung lebih diutamakan daripada kualitas layanan.

Pahlevi juga menyoroti arah kebijakan pemerintah yang dianggap lebih berpihak kepada investor besar (lini pertama), sementara pelaku usaha logistik berskala kecil justru terbebani kebijakan yang kurang mendukung. Ia menambahkan bahwa kondisi ini turut menimbulkan risiko di sektor pembiayaan (lini lima), karena meningkatnya potensi kredit macet.

Ia mendorong pemerintah untuk menetapkan acuan tarif berdasarkan jarak tempuh, jenis moda transportasi, dan harga bahan bakar. Sebagai contoh, ia menilai bahwa rute Jakarta–Bandung sejauh 140 kilometer semestinya memiliki standar tarif per kilometer yang jelas, termasuk perhitungan subsidi bahan bakar solar. Dengan demikian, pajak dan subsidi dapat dikelola lebih seimbang.

Minimnya kepercayaan terhadap sistem logistik nasional juga disebut sebagai alasan mengapa sejumlah perusahaan besar memilih membangun layanan sendiri, seperti Shopee Express. Padahal, menurut Pahlevi, kolaborasi antar penyedia jasa dengan sistem tarif tunggal dan pendaftaran armada yang transparan berpotensi menjadi solusi yang lebih efisien.

Baca Juga: Biaya Logistik Indonesia Tertinggi di ASEAN, Asosiasi Logistik Ungkap Penyebabnya

Ia mendorong percepatan pembentukan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) untuk mengintegrasikan seluruh pelaku logistik di bawah satu koordinasi. Menurutnya, sistem yang terintegrasi akan mampu meningkatkan efisiensi, menekan biaya, dan meningkatkan kepercayaan investor.

Pahlevi juga menekankan pentingnya agar BUMN fokus pada bisnis inti masing-masing. Misalnya, Pos Indonesia sebaiknya memperkuat sektor logistik, sementara Krakatau Steel fokus pada produksi baja. Menurutnya, tujuan BUMN bukan semata-mata mengejar profit, tetapi juga mendorong kesejahteraan masyarakat.
Ia mengingatkan bahwa jika persoalan tarif dan kualitas layanan logistik di tahap awal (first mile) tidak segera dibenahi, maka praktik banting harga akan terus melemahkan daya saing industri. Dalam pandangannya, logistik merupakan ujung tombak perekonomian nasional. Jika fondasinya rapuh, distribusi nasional pun akan terganggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×