Reporter: Sofyan Nur Hidayat |
JAKARTA. Di tengah wacana penghapusan monopoli dalam distribusi film impor, kini muncul PT Sinar Surya Sinema (PT SSS) yang siap menjadi importir film Amerika. Perusahaan ini didirikan oleh Hendropriyono, Raam Punjabi dan Ilham Bintang.
Lahirnya perusahaan importir film ini memang berangkat dari kegelisahan akan monopolistic importasi film dan bioskop guna menandingi Grup 21. Keseriusan mereka ditunjukkan dengan modal yang disiapkan masing-masing mencapai Rp 3 miliar. Di perusahaan yang baru itu, Hendropriyono yang merupakan Komisaris Utama Blitz Megaplex menjabat sebagai Komisaris Utama. Sedangkan Raam dan Ilham berturut-turut sebagai direktur utama dan direktur.
Ilham mengatakan monopoli film dari Motion Picture Amerika Association (MPAA) oleh Grup 21 menciptakan persaingan yang tidak sehat. Di sisi lain, pemerintah melalui Kemenkeu dan Kemenbudpar pernah menjanjikan jaminan bagi siapapun untuk mendirikan perusahaan begini. "Kami mau buktikan itu benar atau tidak," kata Ilham kepada KONTAN.
Ilham berpandangan, grup dedengkot itu sekian lama diberi keleluasaan namun kini justru menyerang pemerintah. "Beberapa pernyataan mereka (21) membuat Budpar dan Kemenkeu jadi seperti tidak sepaham," ketus dia.
Sinar Surya Sinema akan berkantor di Jakarta Pusat. Selanjutnya di akhir tahun eksodus ke Kuningan, Jakarta Selatan. Perusahaan ini bakal mengimpor film independen dan MPAA. Lantas, apa yang membedakan dengan Grup 21? Menurut Ilham, pihaknya menawarkan solusi bagi MPAA dan pemerintah.
"Pak Agus (Menkeu) pernah minta MPAA masuk Indonesia dengan serius, namun dia mengaku ke MPAA bahwa importir di Indonesia rada bermasalah. Padahal kita sadar betul Amerika sangat menghormati pajak. Kami hadir di situ," klaim Ilham.
Ilham berkata, Hendropriyono yang pernah menjabat Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) bertemu presdir MPAA sebulan lalu di Amerika untuk membicarakan rencana ini. Hasilnya, MPAA merespons positif. "Makanya kami gerak cepat," ujar Ilham.
Sinar Surya Sinema saat ini dalam pengurusan perizinan ke Kementerian Budaya dan Pariwisata, Kementerian Perdagangan, dan Direktorat Jenderal Bea & Cukai Kementerian Keuangan. Perusahaan menargetkan 2 pekan - 1 bulan seluruh administrasi rampung. "Habis Lebaran mudah-mudahan bisa operasional. Kita ada konsekuensi soalnya, mempersiapkan penambahan jaringan bioskop Blitz," pungkas dia.
Raam Punjabi mengatakan perjalanan mereka menjadi importir film masih panjang. Maklum, PT SSS hanya ingin menjadi agen untuk mendistribusikan film dari Motion Picture Association of America (MPAA). "Kami ingin membantu pemerintah untuk menghapuskan imej adanya monopoli distribusi film," kata Raam.
Jumlah judul film yang akan diimpor menurut Raam akan bergantung dari program MPAA bagi agennya. Film itu nantinya akan didistribusikan ke bioskop manapun yang mau bekerjasama. Bisa bioskop yang sudah eksis atau bioskop baru yang akan didirikan.
Tapi kehadiran importir film baru itu dinilai bukan hal baru oleh Direktur 21 Cineplex, Jimmy Heryanto. Menurutnya yang baru hanya perusahaannya karena pemiliknya adalah orang lama. "Raam Punjabi juga sudah punya perusahaan Parkit Film, jadi bukan perusahaan importir film baru," kata Jimmy.
Jimmy sendiri mengaku tidak menutup kemungkinan kerjasama dengan perusahaan importir film manapun. Selama ini, menurutnya 21 memutar film yang diperoleh dari beberapa importir. Salah satunya juga berasal dari Parkit Film.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia Johnny Syafruddin mengatakan hadirnya importir film akan berdampak bagus bagi bioskop karena akan lebih mudah dalam mendapatkan film. Jika memang ada peluang usaha impor, menurutnya siapa saja boleh mendaftarkan diri. "Tinggal pemilik filmnya di luar negeri mau ngasih atau tidak," kata Johnny.
Namun banyaknya importir film baru menurutnya tidak akan berpengaruh pada naik atau turunnya tarif tiket nonton di bioskop. Penentuan tarif menurutnya kebijakan masing-masing bioskop. Beberapa pertimbangan dalam penentuan tarif menurutnya biaya operasional, UMR dan daya beli masyarakat.
Johnny berharap dengan makin banyaknya importir film bisa menggairahkan industri bioskop di dalam negeri. Maklum selama setengah tahun pertama tahun ini, bioskop sepi. Hal itu juga terlihat dari penurunan PAD DKI Jakarta dari bioskop dan film yang terus mengalami penurunan. Januari 2011 pendapatan PAD masih sebesar Rp 3,9 miliar dan terus mengalami penurunan hingga hanya sebesar Rp 1,8 miliar pada bulan Juni lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News