kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perusahaan perlu lakukan adaptasi sesuai perubahan perilaku konsumen di masa pandemi


Minggu, 09 Agustus 2020 / 21:36 WIB
Perusahaan perlu lakukan adaptasi sesuai perubahan perilaku konsumen di masa pandemi
ILUSTRASI. Pandemi corona (covid-19) yang mewabah telah mengubah gaya hidup masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga memengaruhi pertimbangan konsumen dalam memilih produk.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona (covid-19) yang mewabah telah mengubah gaya hidup masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Di tengah perubahan yang demikian, perusahaan selaku penyedia barang dan jasa dinilai perlu melakukan beberapa adaptasi agar tidak ditinggalkan pasar.

Pengamat konsumen dan pakar marketing Yuswohady mengatakan, perusahaan perlu melakukan transformasi digital untuk menangkap tren digitalilsasi di tengah masa pandemi. Hal ini terutama berlaku bagi perusahaan pada sektor-sektor yang aktivitas usahanya banyak melibatkan kontak langsung dengan konsumen.

“Misalnya bisnis restoran, sebaiknya mulai gencar menyediakan layanan pesan antar, karena konsumen sudah kini agak takut-takut untuk datang langsung,” kata Yuswohady saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (9/8).

Baca Juga: McKinsey: Begini kebiasaan baru konsumen yang perlu diantisipasi perusahaan

Selain melakukan transformasi digital, sambung Yuswohady, perusahaan juga memiliki pekerjaan rumah untuk meyakinkan konsumen bahwa perusahan yang bersangkutan telah mengikuti dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan corona dalam melakukan kegiatan usaha.

Strategi ini perlu dilakukan dalam dua tingkatan, yakni melalui komunikasi intens kepada konsumen via platform digital seperti sosial media dan lain-lain, serta melalui pengalaman yang diberikan ketika konsumen mengonsumsi produk barang ataupun jasa secara langsung.

“Saat ini, prioritas konsumen, terutama yang menengah atass dalam berbelanja produk adalah safety dan higienitasnya dulu, jadi artinya kalau misalnya konsumen mau makan di restoran, maka yang pertama dilihat adalah apakah restorannnya sudah mengikuti protokol kesehatan atau tidak,” terang Yuswohady.

Selain melakukan upaya transformasi digital dan komunikasi intensif, perusahaan juga dinilai perlu mengatur ulang komposisi produk-produk yang dijual. Pengamat Strategi Korporasi dari Universitas Bina Nusantara Asnan Furinto menyebutkan, daya beli masyarakat yang melemah di masa pandemi juga memengaruhi pertimbangan konsumen dalam memilih produk.

Menurutnya, di tengah kondisi yang serba sulit, konsumen akan cenderung memilih produk berdasarkan aspek kegunaannya ketimbang aspek kebanggaan atau prestige. Dengan cara pandang ini, semisal konsumen ingin membeli kendaraan, maka konsumen akan memilih kendaraan yang relatif murah, kapasitas cukup besar, nyaman dikendarai, ada jaminan harga jual kembali alih-alih membeli kendaraan premium.

Menimbang kondisi pasar tersebut, Asnan menilai bahwa perusahaan penyedia barang dan jasa perlu mengatur ulang komposisi produk.

“Jadi harus ada semacam pengembangan produk atau kombinasi produk dan jasa yang lebih difokuskan kepada kebutuhan dasar, jadi bukan imagenya yang yang diutamakan tapi fungsinya,” kata Asnan kepada Kontan.co.id, Minggu (9/8).

Baca Juga: Bisa geliatkan ekonomi, Kemenparekraf dukung Hari Belanja Diskon Indonesia

Di sisi lain, pengamat manajemen sekaligus praktisi pelatihan mini MBA, Daniel Saputra menilai bahwa perusahaan perlu melakukan strategi pemasaran share and sell (2S) di masa pandemi.

Dalam strategi ini, perusahaan perlu melakukan komunikasi intens kepada konsumen dengan membagikan informasi-informasi yang berkaitan dengan produk tanpa mempromosikan produk secara terang-terangan.

Seumpama suatu perusahaan menjual biskuit, maka perusahaan tersebut dapat mengawali komunikasi kepada konsumen dengan membagikan informasi-informasi yang berkaitan dengan biskuit mulai fakta menarik biskuit, kandungan gizi, dan sebagainya, sementara upaya promosi produk baru dilakukan setelah komunikasi intens dilakukan.

“Sekarang ada konsep empathy marketing, sekarang kan orang ketat dalam membelanjakan uangnya, kalau perusahaan langsung sell mana mau konsumen langsung beli,” kata Daniel saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (9/8).

Baca Juga: BI: Keyakinan konsumen membaik pada Juli 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×