Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peta jalan pengakhiran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) telah diumumkan melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 10 tahun 2025 yang berisi peta jalan atau road map transisi energi sektor ketenagalistrikan.
Dalam Permen No 10/2025 pasal (6) tertulis bahwa terdapat pembatasan penambahan PLTU melalui pelarangan pengembangan PLTU baru.
Adapun, PLTU eksisting atau yang telah dibangun masih boleh beroperasi dengan beberapa syarat salah satunya beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.
Menurut Direktur Eksekutif Institute Essential for Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut setelah PLTU tutup maka akan ada
"Ke depan yang boleh dibangun cuma dua, energi terbarukan dan gas kan," ungkap Fabby saat dihubungi Kontan, Senin (21/04).
Baca Juga: PLTU Dilarang Beroperasi Lebih dari 2050, PLN akan Kebut Dua Jenis Pembangkit EBT Ini
Fabby juga menjelaskan bahwa untuk membangun pembangkit gas diperlukan biaya untuk membangun jaringan gas (jargas).
"Menurut saya, ada kendala infrastruktur kalau bangun (pembangkit) gas. Nah, oleh karena itu yang besar pasti porsinya lebih ke energi terbarukan," tambahnya.
Adapun, Permen ESDM Nomor 10 tahun 2025 ungkap Fabby adalah peraturan turunan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 adalah peraturan yang mengatur tentang percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.
"Ini kan turunan (Perpres 112), sejak Perpres itu diundang, PLN tidak boleh lagi membangun PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak atau yang sudah berjalan proses pembiayaan," katanya.
Langkah Retrofitting Sebelum Akhiri PLTU
Tak hanya soal waktu, pemerintah dalam Permen ESDM Nomor 10 tahun 2025 juga membahas mengenai retrofitting pembangkit fosil atau upaya untuk memperbaiki dan mengganti bahan bakar fosil dengan energi terbarukan.
Baca Juga: China Bangun Lebih Banyak PLTU, Ekspor Batubara RI Berpotensi Melonjak 10%
Pada pasal (5) Permen ini terdapat dua jenis retrofitting untuk PLTU dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas.
a. retrofitting PLTU, berupa implementasi teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage) yang dapat menyimpan emisi gas rumah kaca dalam formasi geologi dan penggunaan green ammonia (NH3); atau
b. retrofitting pada pembangkit listrik tenaga gas, pembangkit listrik tenaga gas dan uap, pembangkit listrik tenaga mesin gas, atau pembangkit listrik tenaga mesin gas uap yang dapat dilakukan melalui implementasi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage) dan penggantian bahan bakar menjadi 100% (seratus persen) green hydrogen (H2).
Terkait roadmap retrofitting, Fabby bilang perhitungan biaya dari masing-masing PLTU eksisting akan berbeda-beda. Maka jika tidak memenuhi secara keekonomian, pilihan yang harus dilakukan adalah pensiun PLTU.
"Iya kan itu pilihannya (retrofitting). Tapi kalau ada PLTU-PLTU yang misalnya tidak ekonomis untuk dipasang CCS atau dilakukan cofiring dengan amonia, ya pilihannya kan bisa di pensiun," ungkapnya.
Baca Juga: China Restui Penambahan PLTU Baru hingga 2027, Pengusaha Batubara Ungkap Dampaknya
Sebelumnya, dalam kajian terbaru IESR, potensi teknis energi terbarukan yang melimpah mencapai lebih dari 3.686 GW.
Angka ini dianggap sebagai modal penting untuk meningkatkan bauran energi terbarukan di Indonesia di atas 23 persen, bahkan 50 persen pada 2030.
IESR juga menghitung kelayakan finansial, termasuk menghitung tingkat Equity Internal Rate of Return (EIRR) atau parameter finansial lainnya.
Hasilnya, terdapat 333 GW dari 632 lokasi proyek energi terbarukan skala utilitas yang layak secara finansial, berdasarkan aturan tarif dan struktur pembiayaan proyek (project financing) yang umum dipakai di Indonesia.
Rinciannya adalah kapasitas PLTS ground-mounted sebesar 165,9 GW, PLTB onshore sebesar 167,0 GW dan PLTM sebesar 0,7 GW.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News