Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Komitmen impor komoditas pertanian sebesar US$ 4,5 miliar dari Amerika Serikat (AS) menjadi tantangan baru bagi petani jagung.
Hingga saat ini, pemerintah belum memastikan jenis komoditas pertanian yang terlibat dalam komitmen impor senilai US$ 4,5 miliar ini. Namun, Ketua Umum Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) Sholahuddin tetap mengantisipasi dampak dari komitmen ini.
“Ini bisa jadi bencana bagi petani karena mereka (importir AS) sudah menggunakan teknologi yang maju, sementara kita masih manual. Kami tidak akan mampu bersaing dari sisi biaya produksi. Jagung Amerika masuk ke Indonesia Rp 3.200 sudah untung, kalau kita di harga segitu bisa bangkrut,” ungkap Sholahuddin kepada Kontan, Jumat (18/7).
Bukan tanpa alasan Sholahuddin was-was komitmen impor komoditas pertanian ini bisa memengaruhi sektor jagung. Masalahnya, jagung merupakan salah satu komoditas unggulan AS, selain gandum dan kedelai. Ditambah, Indonesia masih tercatat mengimpor jagung meski produksi domestik masih cenderung meningkat.
Baca Juga: Negosiasi Berlangsung! Ini Sederet Komoditas yang Diperjuangkan Bebas Tarif dari AS
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, selama Januari–September 2024, Indonesia tercatat menggelontorkan dana sebesar US$ 358,9 juta untuk 1,38 juta ton impor jagung. Volume impor ini naik 11,69% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Dari total volume itu, sekitar 3.500 ton berasal dari AS.
Padahal, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat ada potensi surplus pada neraca jagung per Juni 2025 sebesar 380.000 ton dari hasil produksi bersih jagung pipilan kering kadar air 14% (JPK KA 14%) di dalam negeri.
Belum lagi, pemerintah menjalankan program penanaman jagung serentak pada 1 juta hektare lahan untuk dalam rangka swasembada pangan. “Lahan 1 juta hektare itu saja sudah menghasilkan 5 juta ton (jagung). Dari situ saja sudah ada tambahan 5 juta ton, mau diapakan nanti hasil produk pertanian kita ini?” kata Sholahuddin.
Makanya, Sholahuddin berharap komitmen impor komoditas pertanian dari AS itu nantinya tidak menyeret sektor jagung.
Impor Gandum Juga Berisiko untuk Sektor Jagung
Kalaupun impor AS menyasar komoditas gandum yang memang membutuhkan impor, lanjut Sholahuddin, sektor jagung juga bisa saja kena dampaknya. Pasalnya, gandum merupakan substitusi jagung untuk pakan ternak.
Kalau stoknya berlimpah, selain untuk produk hilir, bisa saja gandum-gandum yang ada disalurkan untuk produksi pakan. “Kemarin saat impor jagung diperketat juga kan pakan ternak menggunakan gandum untuk subtitusinya,” kata Sholahuddin.
Secara keseluruhan, Sholahuddin menilai komitmen impor komoditas pertanian ini perlu diperhatikan dengan seksama. Apalagi, Indonesia juga menjanjikan tarif 0% untuk produk AS yang masuk ke Indonesia sebagai ganti tarif 19% untuk produk Indonesia yang masuk ke AS. Artinya, arus impor tambahan nanti bakal bebas bea.
“Ketika kita bersaing setara saja, sama-sama ada bea masuk, kita sudah sulit. Kami tidak bisa bayangkan dengan tarif yang disepakati saat ini,” pungkas Sholahuddin.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Impor Pangan dari Amerika Serikat Sesuai Kebutuhan
Selanjutnya: Sebulan Harga Emas Antam Minus 1,34 Persen, Hari Ini Melemah (18/7)
Menarik Dibaca: Cadbury Dairy Milk Gandeng Enhypen Rilis Cokelat Susu Klasik dengan Resep Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News