kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Petani sawit independen rentan terdampak efek pandemi Covid-19


Kamis, 18 Juni 2020 / 16:44 WIB
Petani sawit independen rentan terdampak efek pandemi Covid-19
ILUSTRASI. Seorang petani membongkar muatan tandan buah segar (TBS) sawit. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/foc.


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat pandemi covid-19 kian mengancam pendapatan petani kecil kelapa sawit independen di Indonesia karena rendahnya harga tandan buah segar (TBS), petani bersertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) telah menemukan bahwa penjualan Kredit RSPO telah menyediakan dana tambahan dan dukungan yang dibutuhkan untuk melihatnya melalui masa sulit ini.

Penasihat Senior Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Rukaiyah Rafik, mengungkapkan bahwa selain harga TBS rendah, petani merasakan kesulitan karena baik pabrik kelapa sawit dan kegiatan manufaktur berjalan lamban karena pembatasan sosial skala besar, namun harga pupuk tetap tinggi.

Baca Juga: Terdampak corona, produksi alat berat diproyeksi anjlok hingga 52% tahun ini

“Karena banyak petani swadaya tidak memiliki sarana untuk mengangkut TBS mereka ke pabrik, mereka bergantung pada “perantara”atau bisnis perantara untuk menyediakan layanan ini, tetapi pembatasan dalam kegiatan dan pergerakan karena COVID-19 telah berdampak pada mereka dan sumber mata pencaharian utama karena mereka tidak dapat menjual atau mengangkut TBS mereka ke pembeli. Pandemi juga mempengaruhi stok pupuk dan input untuk perkebunan petani serta harga makanan,” katanya dalam media gathering virtual, Kamis (18/6).

Rukaiyah menambahkan bahwa petani bersertifikat RSPO memiliki lembaga dan jaringan yang kuat untuk mendukung mereka, serta standar akuntabilitas. Dia menambahkan bahwa para petani ini juga memiliki beragam bisnis atau tanaman selama pandemi, yang selanjutnya mendukung mata pencaharian mereka.

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, menjelaskan bahwa pada satu titik selama pandemi, harga TBS turun di bawah Rp 1.000 per kilogram (atau sekitar US$ 0,07 per kilogram) di tingkat petani swadaya. Sementara itu, harga TBS untuk petani plasma (petani yang bermitra dengan perusahaan penghasil kelapa sawit) tercatat antara Rp 1.200 per kg dan Rp 1.300 (US$ 0,08- US$ 0,09) per kg.

“Harga di bawah Rp 1.100 sulit bagi petani. Karena produktivitasnya yang rendah, antara 1 hingga 1,2 ton per hektar per bulan, mereka menjual hasil produksi mereka kepada perantara. Mereka juga memiliki beban hutang kepada para tengkulak karena para petani memiliki pinjaman, yang harus dilunasi selama panen,” katanya pada acara yang sama.

Baca Juga: Dharma Satya Nusantara (DSNG) terbitkan obligasi Rp 500 miliar, ini penggunaannya

Dia menambahkan bahwa banyak petani kelapa sawit tidak memiliki sumber pendapatan lain dan hanya mengandalkan minyak sawit. Sebuah studi SPKS 2018 mengungkapkan bahwa hanya 30% petani yang memiliki mata pencaharian alternatif mulai dari pengolahan, penanaman karet, dan menjadi pedagang kecil.

Darto juga mengatakan bahwa keadaan petani terpuruk karena kenaikan harga pupuk, yang kadang-kadang langka. “Tidak ada protokol kesehatan untuk petani/ pemanen. Petani membutuhkan uang tunai sementara proses transaksi untuk TBS untuk petani yang menjual ke perusahaan biasanya diproses antara satu atau dua minggu setelah produk dikirim ke pabrik atau perkebunan,” katanya.

Manajer Smallholders Program Indonesia RSPO, Guntur Cahyo Prabowo mengatakan selama pandemi, sertifikasi membantu mendukung sekitar 6.000 anggota yang terdiri dari 26 kelompok tani, melalui penjualan minyak kelapa sawit bersertifikasi RSPO melalui Kredit RSPO.

"Sebanyak US$ $ 1,5 juta dicairkan untuk 30 kelompok petani kecil independen bersertifikasi RSPO dari transaksi penjualan minyak sawit bersertifikat antara Mei 2019 dan Mei 2020," terangnya. Guntur menambahkan bahwa pada saat pandemi yang tak terduga ini, sertifikasi terbukti menjadi aset besar bagi petani ketika berhadapan dengan ketidakpastian situasi.

Baca Juga: Mahkota Group (MGRO) tetap bidik pasar ekspor di tahun ini

Ini termasuk persyaratan untuk sertifikasi seperti organisasi petani yang kuat dan perencanaan keuangan, membantu meningkatkan daya tawar mereka selama pandemi. Perwakilan petani dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Independen, YB. Zainanto Hari Widodo mengatakan bahwa tidak ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah yang difokuskan pada petani kelapa sawit.

“Sebagai petani bersertifikat RSPO, kami mendapatkan bantuan makanan pokok dan pupuk untuk anggota kami. Bantuan untuk non-anggota dari petani bersertifikat RSPO termasuk pemberian peralatan kesehatan, dukungan untuk pusat kesehatan masyarakat [Puskesmas] dalam area asosiasi, membantu untuk mendirikan pusat pemantauan COVID-19 dan bantuan untuk orang-orang yang rentan secara ekonomi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×