Reporter: Agustinus Beo Da Costa, Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) rupanya ingin memikat pebisnis listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk menggarap pembangkit 35.000 Megawatt (MW). Caranya: dengan memberikan harga tinggi bagi mereka yang membangun pembangkit minimal 100 MW.
Kepastian harga ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 3 Tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU, PLTG, PTLMG, PLTA oleh PT PLN melalui penunjukan langsung.
Harga listrik dari PLTU Mulut Tambang berkapasitas 100 MW ditetapkan US$ 8,20 sen per Kilo Watt hour (kWh), PLTU Non Mulut Tambang sebesar US$ 8,34 sen per kWh. Adapun harga listrik dari PLTMG/PLTG sebesar US$ 7,31 sen per kWh, dan PLTA sebesar US$ 8 sen per kWh.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, dengan harga patokan tertinggi tersebut, tidak ada lagi proses negosiasi harga. "Adanya harga patokan tertinggi untuk mempersingkat negosiasi antara PLN dan pengembang listrik, " jelas dia kepada KONTAN, Rabu (14/1).
Patokan harga tertinggi tersebut berlaku bagi IPP yang bersedia membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 100 MW. "Kalau bangunnya di bawah 100 MW itu nanti PLN yang berhak tentukan harganya," ujar dia.
Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Joko Pramono bilang, pihaknya tidak ada masalah dengan soal harga. Sebab PTBA mengklaim berkomitmen mempercepat proyek listrik. Makanya PTBA berharap pemerintah menunjuk langsung proyek PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 & 10 yang kini ditender.
Bukan cuma itu, PTBA juga sedang menggarap proyek PLTU bekerja sama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) berkapasitas 1.000 MW. Proses feasibility study (FS) proyek ini diharapkan selesai semester I 2015.
Juru Bicara Kalla Group Andi Asmir mengatakan langkah pemerintah menaikan tarif listrik untuk PLTA sebesar US$ 8 sen per kWh adalah langkah positif merangsang pembangunan PLTA di Indonesia. Selama ini berdasarkan peraturan pemeritah tarif listrik untuk PLTA hanya berkisar Rp 700 per kwh. Saat ini Kalla Group sudah membangun PLTA Poso I dan II.
Presiden Direktur PT Sumberdaya Sewatama, Hasto Kristiyono juga sependapat harga patokan tertinggi itu adalah inisiatif yang baik dari pemerintah untuk memangkas negosiasi harga dengan PLN. "Pasti kami akan ikut, mana yang sanggup kami kerjakan," kata dia.
Kata dia, saat ini dirinya menunggu PLN menunjuk langsung Sewatama. "Kami belum tentukan bangun berapa MW, posisi kami menunggu dan tengah briefing agar proyek bisa jalan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News