kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.389   -102,52   -1,37%
  • KOMPAS100 1.139   -19,85   -1,71%
  • LQ45 902   -17,84   -1,94%
  • ISSI 225   -1,48   -0,66%
  • IDX30 464   -10,80   -2,27%
  • IDXHIDIV20 561   -11,71   -2,04%
  • IDX80 130   -2,24   -1,69%
  • IDXV30 139   -1,68   -1,20%
  • IDXQ30 155   -2,93   -1,85%

PLN butuh US$ 97,1 M untuk pasok setrum hingga 2019


Senin, 06 September 2010 / 15:00 WIB
PLN butuh US$ 97,1 M untuk pasok setrum hingga 2019


Reporter: Gentur Putro Jati |

JAKARTA. PT PLN (Persero) selaku BUMN yang mengurusi ketenagalistrikan sudah merampungkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2010-2019.

Dalam buku sakti itu disebutkan, hingga sepuluh tahun ke depan, PLN membutuhkan dana US$ 97,1 miliar untuk menambah 55.484 MW kapasitas pembangkit di seluruh Indonesia berikut jaringan transmisi dan distribusi. Artinya 1 MW listrik yang dikembangkan membutuhkan dana US$ 1,75 juta.

Direktur Perencanaan dan Teknologi PLN Nasri Sebayang memerinci, penambahan kapasitas itu terbagi menjadi 12.365 MW di Indonesia Barat, 6.896 MW di Indonesia Timur, dan 36.222 MW untuk menambah kapasitas sistem pembangkit Jawa-Bali.

"Dari 55.484 MW itu, PLN akan mengembangkan 31.958 MW, dan independent power producer (IPP) 23.525 MW jadi sekitar 40% dari semuanya dibangun IPP; dengan rata-rata akan ada penambahan kapasitas 5.500 MW per tahun dengan biaya US$ 9,7 miliar per tahun," jelas Nasri, Senin (6/9).

Menurutnya, tidak mungkin PLN atau APBN bisa mendanai semua kebutuhan investasi tersebut. Karena itulah IPP perlu dilibatkan.

"Dengan margin 8%, PLN hanya bisa berkontribusi 15% dari total kebutuhan investasinya. Sementara itu, 85%-nya dari APBN pemerintah maupun pinjaman. Mudah-mudahan margin kami naik lagi sehingga bisa berkontribusi lebih besar," imbuhnya.

Nasri melanjutkan, ada sejumlah skema pinjaman yang bisa diusahakan PLN untuk membiayai pengembangan kapasitas listrik tersebut. Sebut saja pinjaman modal dari pemerintah, pinjaman utang luar negeri (PHLN) dalam bentuk kredit ekspor, atau pinjaman dengan konsep government to government seperti dari ADB, Bank Dunia, JICA, dan lainnya. Sayangnya, ia belum bisa memastikan berapa banyak pinjaman yang dicari PLN untuk menjalankan RUPTL tersebut.

Emy Perdanahari, Direktur Bina Program Ditjen Ketenagalistrikan, berharap perbankan nasional bisa mendukung dengan menyediakan pinjaman bagi RUPTL tersebut. "Karena pemerintah juga akan memberikan jaminan supaya PLN bisa menyelesaikan kewajibannya kepada pihak ketiga sesuai dengan aturan yang berlaku," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×