Reporter: Filemon Agung, Pratama Guitarra, Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Pratama Guitarra
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pagebluk Covid-19 memukul permintaan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Di masa pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah ini membuat konsumsi listrik perusahaan setrum pelat merah ini merosot dalam. Khususnya konsumsi listrik segmen bisnis dan segmen industr
Bertepatan dengan kebijakan PSBB itu juga, penggunaan konsumsi listrik sektor rumah tangga justru meningkat seiring dengan pemberlakuan kerja dari rumah atau work from home (WF). Hal ini yang membuat tagihan listrik pelanggan rumah tangga menjadi bengkak.
PLN mencatat konsumsi listrik dari segmen pelanggan bisnis anjlok sampai 15%. Tak terkecuali pelanggan listrik dari segmen industri yang turun gingga 11%. Hal itu membuat permintaan beban puncak di sistem Jawa-Bali turun sampai 11%.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini pada Rabu (3/6) lalu. Penurunan permintaan listrik PLN ini menjadi salah satu pertimbangan PLN untuk mengajukan revisi Rencana Kerja dan anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2020 ini. "Sudah tentu kita harus adjustment, misalnya penurunan dari demand. Karena itu kami harus menyesuaikan RKAP. Ini dalam proses untuk kami sampaikan kepada pemegang saham," katanya.
Baca Juga: Dear pelanggan, PLN izinkan Anda cicil tagihan listrik yang naik selangit
Kelak, revisi RKAP PLN ini akan mempertimbangkan sejumlah komponen. Seperti penurunan harga minyak, peningkatan cost of fund, dan risiko likuiditas. Sayangnya, manajemen PLN masih enggan membeberkan perubahan yang diajukan PLN, maupun proyeksi pendapatan dan laba dalam revisi RKAP 2020 tersebut. Alasannya, perubahan RKAP masih dalam diskusi dengan pemegang saham.
Yang terang, ada dua strategi yang akan dijalankan PLN untuk memitigasi kinerja keuangan di tahun ini. Pertama, dengan melakukan efisiensi biaya operasional (opex). Kedua, dengan optimalisasi belanja modal (capex), menyesuaikan investasi dengan mempertimbangkan kondisi pandemi covid-19.
Sebagai gambaran, imbas dari pagebluk covid-19 sudah menimpa PLN sejak periode Kuartal I-2020. Sampai Maret 2020, pertumbuhan permintaan listrik melambat dibanding tahun sebelumnya, atau hanya tumbuh 2,36% dibandingkan Maret 2019. Dus, pertumbuhan yang melambat ini juga di dorong faktor kurs rupiah yang melemah sehingga menambah beban operasional PLN. "Apa pun yang terjadi dengan penurunan penerimaan dari PLN dan yang lain lain, kami berkomitmen untuk menjadi keandalan listrik. Itu mandat nomor satu kami," pungkasnya.
Konsumsi rumah tangga meningkat
Di tengah turunnya pemintaan sektor bisnis dan industri yang merosot pada masa PSBB ini. Dirut PLN, Zulkifli Zaini mencatat ada peningkatan konsumsi listrik sektor rumah tangga seiring dengan masa WFH.
Kemungkinan masa WFH inilah yang membuat konsumsi meningkat. Sehingga beban pelanggan listrik PLN khususnya pelanggan listrik 1.300 VA ke atas menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Keluhan masyarakat atas mahalnya harga listrik per Juni 2020 ini muncul di berbagai media sosial. Pelanggan bahkan mengeluhkan tingginya tarif listrik per Juni mencapai 100% lebih.
Melonjaknya pembayaran listrik pada bulan Juni ini juga diakui oleh Direktur Human Capital Manajemen PLN, Syofvie Felianti Roekman. Ia bilang, tagihan listriknya bahkan mencapai 100%. Hal itu lantaran meningkatnya aktifitas di rumah seiring kebijakan PSBB. "Tagihan saya juga naik, tidak cuma 60% tapi 100%. Tapi karena AC menyala, semua beraktivitas di rumah," tutur Syofvie dalam Konferensi Pers Virtual, Sabtu (6/6).
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril menjelaskan, lonjakan drastis yang dialami oleh sebagian konsumen, akibat pencatatan rata-rata tagihan menggunakan rekening tiga bulan terakhir. Lonjakan listrik yang melebihi 20% pada tiga bulan itu akan ditagihkan pada bulan Juni sebesar 40% dari selisih lonjakan, dan sisanya dibagi rata tiga bulan pada tagihan berikutnya.
Adapun, lonjakan tagihan yang dialami sebagian pelanggan tidak disebabkan oleh kenaikan tarif ataupun subsidi silang antara pelanggan golongan tertentu dengan golongan yang lain.
“Semata-mata karena pencatatan rata-rata rekening sebagai basis penagihan pada tagihan bulan Mei, pada bulan Juni ketika dilakukan pencatatan meter aktual selisihnya cukup besar. Itulah yang menyebabkan adanya lonjakan," kata Bob, Sabtu (6/6). Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman penagihan pada bulan Mei, PLN siapkan skema perlindungan lonjakan ini pada tagihan bulan Juni.
Skema perlindungan diluncurkan sebagai bentuk upaya PLN dalam memberikan jalan keluar terbaik bagi Konsumen yang tagihannya melonjak pada bulan Juni 2020. Sehingga konsumen tidak terkejut dengan tagihan listrik listrik selama masa PSBB. Selanjutnya Konsumen dapat menyelesaikan seluruh kewajibannya di masa produktif setelah penerapan PSBB berangsur berakhir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News