Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Yudho Winarto
Bahkan tujuh dari 10 importir, kata Mulyadi, sebagai importir pendatang baru tanpa pengalaman sama sekali mengimpor bawang putih.
Dikatakannya, sejak Kementan memproteksi impor bawang putih, pasar di dalam negeri tidak ada kestabilan, di mana harga bawang putih kerap naik turun secara drastis.
“Jangan atas nama swasembada, hanya mengandalkan hasil tanam bawang putih dari petani lantas masyarakat luas dikorbankan, sebab impor ditutup dan terjadi kelangkaan bawang putih di masyarakat,” kata wakil PPBN ini.
Baca Juga: Kementan alokasikan anggaran hortikultura Rp 1,08 triliun di 2020, ini rinciannya
Ia menyarankan, sebelum beralih program pada swasembada bawang putih, sebaiknya Kementan fokus dulu memenuhi program Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 tentang target swasembada padi, kedelai, jagung dan gula.
Sampai sekarang impor beberapa komoditas tersebut masih tinggi. “Fokus saja dengan kedelai, jagung dan gula sesuai Renstra, biarkan bawang putih RIPH-nya dibuka lebar-lebar diberikan ke semua importir, jangan pilih kasih,” katanya.
Sebelumnya anggota Komisi IV dari Fraksi Golkar Alien Mus saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasim Limpo, Senin (17/2) mempertanyakan dasar 13 importir mendapat RIPH.
Sebab, sebagian dari importir tersebut fiktif alamatnya, tidak memiliki gudang dan banyak sebagai perusahaan yang baru muncul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News