kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.464.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.704   22,00   0,13%
  • IDX 8.686   36,81   0,43%
  • KOMPAS100 1.194   2,51   0,21%
  • LQ45 854   1,47   0,17%
  • ISSI 310   2,31   0,75%
  • IDX30 438   -2,03   -0,46%
  • IDXHIDIV20 505   -3,69   -0,72%
  • IDX80 134   0,58   0,44%
  • IDXV30 139   0,23   0,16%
  • IDXQ30 139   -0,99   -0,71%

Pro-Kontra Penundaan Cukai Minuman Berpemanis, Ini Kata Pengusaha & Lembaga Konsumen


Senin, 15 Desember 2025 / 13:54 WIB
Pro-Kontra Penundaan Cukai Minuman Berpemanis, Ini Kata Pengusaha & Lembaga Konsumen
ILUSTRASI. Pengenaan Cukai Minuman Manis Kemasan untuk Pengendalian Konsumsi Gula Berlebih (KONTAN/Carolus Agus Waluyo). Pemerintah tunda cukai minuman berpemanis hingga 2026, menimbulkan pro?kontra antara industri FMCG, konsumen, dan ahli kesehatan.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah pemerintah menunda pungutan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2026 kembali memantik pro dan kontra.

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan pungutan cukai MBDK baru akan diberlakukan pemerintah ketika pertumbuhan ekonomi di atas 6%.

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Prijosoesilo menyambut baik penundaan cukai MBDK. Asrim melihat kebijakan ini dari dua sisi.

Pertama, secara momentum, Triyono mengungkapkan saat ini kinerja industri Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) untuk produk minuman masih dalam kondisi tertekan.

Baca Juga: Dinilai Membebani Industri, APKI Minta Pemerintah Tinjau Ulang Rencana Cukai Diapers

Dari sisi volume penjualan, tingkat pertumbuhan industri minuman sampai dengan kuartal III-2025 hanya menyentuh 1,8%. Triyono bilang, pertumbuhan dengan level konservatif itu hanya ditopang oleh kategori produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), yang mencapai pertumbuhan sekitar 2,4%.

Sementara kategori lainnya sedang berada dalam tren menurun. "Kategori minuman siap saji lainnya masih mengalami pertumbuhan negatif sampai dengan kuartal ketiga, sehingga penundaan wacana cukai MBDK tepat," kata Triyono kepada Kontan.co.id, Senin (15/12/2025).

Kedua, Triyono menilai pungutan cukai MBDK tidak secara signifikan berdampak terhadap pengelolaan risiko Penyakit Tidak Menular (PTM).

Menurut Triyono, studi menunjukkan bahwa MBDK hanya berkontribusi sekitar 6,5% dari total konsumsi kalori per kapita masyarakat Indonesia.

"Pemerintah perlu jujur melihat bahwa sumber risiko terbesar PTM bukan di produk minuman berpemanis, sehingga perlu kebijakan yang lebih tepat sasaran," ungkap Triyono.

Dengan asumsi tersebut, Triyono justru melihat pengenaan cukai MBDK akan membawa dampak negatif dari dua aspek. Pertama, akan menurunkan kinerja industri.

Baca Juga: Wings Group Pelajari Rencana Penarikan Cukai untuk Popok dan Tisu Basah

Hal ini bakal menambah tekanan terhadap daya serap tenaga kerja, sekaligus berpotensi mendorong deindustralisasi, terutama di sektor makanan & minuman.

Kedua, sekalipun ada cukai MBDK, prevalensi PTM tidak akan mengalami penurunan.

"Apabila diharapkan penerapan cukai akan menaikkan harga jual produk MBDK, sehingga menurunkan penjualannya dan akan dapat menurunkan tingkat PTM, maka kebijakan tersebut pasti akan gagal," ungkap Triyono.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyoroti hal yang sama, dengan menilai bahwa pungutan cukai MBDK kurang tepat sebagai instrumen untuk mengatasi PTM.

Menurut Adhi, pemerintah bersama pelaku industri perlu mengedepankan edukasi untuk mendorong kesadaran konsumen, sembari mengembangkan inovasi untuk memproduksi dan memasarkan produk yang lebih rendah pemanis.

"Perlu edukasi ke konsumen, dan kami siap berkolaborasi dengan Pemerintah untuk Gerakan Edukasi Nasional. Produsen juga terus berupaya reformulasi untuk menurunkan kadar gula dalam produk. Ini juga mengedukasi dan melatih kebiasaan makan-minum, melatih lidah untuk beradaptasi secara gradual," kata Adhi.

Baca Juga: Tarif Cukai Tak Naik 2026, Pebisnis Prediksi Produksi Rokok Capai 10,8 Miliar Batang

Adhi memandang outlook industri makanan dan minuman masih cukup optimistis, meski tetap dalam mode waspada. Ancaman bisa kembali datang dari faktor geo-politik dan perubahan iklim, yang dapat memengaruhi harga bahan baku, rantai pasok barang atau logistik, serta ketersediaan dan harga energi.

Di tengah tantangan tersebut, Adhi mengatakan bahwa pengenaan cukai bisa menggerus daya saing produk industri. "Daya saing produk akan semakin jelek, sementara PTM tidak teratasi," kata Adhi.

Catatan dari Lembaga Konsumen

Pada sisi yang lain, lembaga konsumen memberikan catatan kritis yang kontra terhadap penundaan cukai MBDK. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rafika Zulfa menyoroti langkah pemerintah yang terus menunda pungutan cukai MBDK. 

Padahal, menurut YLKI, penerapan cukai akan menekan pola konsumsi terhadap produk MBDK sekaligus akan berdampak positif bagi pendapatan negara.

Merujuk survei yang dilakukan oleh YLKI pada tahun 2023, sekitar 26% konsumen usia anak dan remaja gemar mengkonsumsi produk MBDK hampir setiap hari.

"Konsumen bisa dengan mudah menemukan produk MBDK. Selain itu, aksesibilitas harga menjadi peran penting ketika konsumen membeli produk, MBDK di Indonesia banyak yang dibanderol dengan harga yang relatif murah, dibalik fakta tersebut ditemukan juga kandungan gula yang tinggi dari setiap produk," kata Rafika kepada Kontan.co.id, Senin (15/12/2025).

Baca Juga: Bentoel Group Usul Penurunan Cukai Rokok, Ini Alasannya!

Survei YLKI juga menemukan sekitar 85% konsumen setuju diberlakukan cukai untuk MBDK. Bahkan, konsumen menyarankan untuk tarif cukai yang signifikan yaitu lebih dari 20% dari harga produk, untuk memastikan cukai MBDK akan memberikan efek yang berarti.

"YLKI melihat ini merupakan bom waktu terjadinya penyakit tidak menular di kemudian hari terutama untuk konsumen usia muda," terang Rafika.

YLKI meminta agar pemerintah mengkaji ulang keputusan penundaan cukai MBDK. Sekaligus menepati janji untuk berkomitmen menerapkan cukai MBDK tanpa adanya penundaan kembali, dengan tarif minimal 20% sebagai kontrol bagi konsumen dalam konsumsi produk MBDK.

"Evaluasi menyeluruh terhadap proses pembuatan kebijakan serta perencanaan penerapan cukai MBDK. Penundaan cukai MBDK memperlihatkan bahwa pemerintah tidak serius dalam penanganan masalah kesehatan khususnya mengenai pengendalian konsumsi MBDK," ujar Rafika.

Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi bahkan mendesak Presiden Prabowo Subianto agar membatalkan kebijakan Menkeu Purbaya terkait penundaan cukai MBDK.

Menurut Tulus, pengenaan cukai menjadi instumen yang tepat, apalagi ketika pemerintah memerlukan banyak biaya untuk pemulihan bencana ekologis, khususnya yang melanda Sumatra.

Tulus menyoroti sejumlah faktor yang membuat penundaan cukai MBDK ini menjadi blunder dari sisi kesehatan publik. Pertama, penundaan pengenaan cukai MBDK akan semakin mempermudah akses anak-anak dan remaja untuk mengonsumsi MBDK. Padahal, saat ini lebih dari 25% anak di Indonesia telah mengonsumsi MBDK setiap harinya.

Baca Juga: Menakar Dampak Cukai MBDK Terhadap Impor Gula Indonesia

"Tingginya konsumsi MBDK lebih dipicu oleh harganya yang murah dan akses pembelian yang sangat mudah. Fenomena ini akan menjadi pemicu utama kasus kegemukan dan obesitas pada anak anak, dan klimaksnya adalah ancaman diabetes pada anak, yang prevalensinya terus meningkat," terang Tulus.

Kedua, penundaan cukai akan mendorong tingginya prevalensi konsumsi produk MBDK pada orang dewasa, yang sudah mengalami peningkatan 14 kali lipat selama 10 tahun terakhir.

Ketiga, penundaan pengenaan cukai MBDK pada konteks regulasi merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan, yang memandatkan pengendalian dari sisi fiskal dan non-fiskal. 

Tulus mengingatkan agar pemerintah tidak melakukan "barter" kesehatan publik dengan kepentingan ekonomi, khususnya untuk kalangan industri MBDK. Menurut Tulus, pengenaan cukai tidak akan meruntuhkan industri MBDK.

"Penundaan pengenaan cukai MBDK adalah ancaman serius terhadap upaya pemerintah yang punya cita-cita untuk mewujudkan bonus demografi dan bahkan generasi emas," tandas Tulus.

Selanjutnya: Bank Indonesia Diprediksi Pertahankan BI Rate 4,75% pada Desember 2025

Menarik Dibaca: Harga Emas Lanjut Naik Hari Kelima saat Pasar Saham Asia Keok

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×