Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Di tengah sepinya permintaan terhadap minyak sawit mentah atawa crude palm oil (CPO), produksi dalam negeri terus naik. Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) memprediksi, produksi CPO tahun depan sebanyak 31,5 juta ton atau naik tipis ketimbang tahun ini yang sebanyak 30 juta ton.
Kenaikan terjadi karena kondisi cuaca tahun ini lebih baik ketimbang 2012 dan 2013. Walaupun di awal oleh curah hujan yang tinggi, namun sepanjang tahun 2014, kondisi jauh lebih baik. Bahkan musim kemarau yang melanda selama Agustus-Oktober pun tak separah sebelumnya.
Beberapa pengusaha kelapa sawit dalam negeri juga optimistis produksi CPO di akhir 2015 bisa mencapai 32,5 juta ton. Darwin Indigo, Direktur Perdagangan Indonesia PT Wilmar International Limited mengatakan, produksi CPO tanah air memang menunjukkan tren kenaikan.
Beberapa perusahaan pun sebelumnya sudah melakukan ekspansi perluasan lahan baru. Nah, dampak ekspansi ini bakal mulai terlihat tahun depan. Sebab, pembukaan lahan baru memang akan terasa dalam tiga tahun sampai lima tahun kemudian.
Saat ini, tanaman baru mulai menghasilkan. "Tahun ini cuaca cepat berubah, yakni sempat kering dan tidak hujan. Sementara pada awal tahun, curah hujan cukup tinggi,” kata Darwin, akhir pekan lalu.
Permintaan CPO dari pasar internasional yang makin turun ternyata tak terlampau mengkhawatirkan bagi industri. Soalnya, permintaan dalam negeri kini menunjukkan tren kenaikan, terutama untuk kebutuhan biodiesel.
Tahun depan, konsumsi dalam negeri bakal mencapai 30%. Tahun ini, porsinya baru 20% dari total produksi yang sebesar 30 juta ton. Artinya, penggunaan CPO dalam negeri bakal mencapai 9 juta ton. Perinciannya, sebesar 6 juta ton sampai 7 juta ton untuk industri makanan dan minuman, sisanya 2 juta ton–3 juta ton untuk industri kimia.
Untuk pasar ekspor, Ketua DMSI Derom Bangun menjelaskan, tahun depan masih banyak tantangan terkait isu global. Salah satunya soal sertifikat dari produsen minyak dalam negeri. Misalnya, sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil System atau ISPO yang hingga kini belum mendapat pengakuan di Eropa.
Begitu juga rendahnya kesadaran perusahaan minyak sawit Indonesia bersertifikat Roundtable Sustainable Palm Oil System (RSPO). Inilah yang akhirnya membuat harga jual CPO Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan harga jual CPO Malaysia. Contohnya, tandan buah segar (TBS) usia tiga tahun dihargai Rp 1.200 per kilogram (kg). Sedangkan TBS di Malaysia harga termurahnya ada di kisaran Rp 1.580 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News