kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produksi tekstil Indonesia masih stagnan


Senin, 19 Juni 2017 / 06:14 WIB
Produksi tekstil Indonesia masih stagnan


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Meski harga bahan baku cenderung stabil, industri hulu tekstil belum bisa bernapas lega. Pasalnya permintaan tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak meningkat signifikan tahun ini.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APsyFI) Redma Gita Wiraswasta mengatakan, tahun lalu, harga purified terephthalic acid (PTA) sempat melonjak diatas US$ 1.000 per ton. Saat ini, harga PTA stabil di angka US$ 900 per ton. "Tapi mahal atau tidak, tergantung harga produk akhirnya. Kalau jatuh maka harga PTA yang semakin tinggi akan terasa memberatkan," kata Redma kepada KONTAN (18/6).

PTA banyak digunakan untuk membuat produk-produk tekstil seperti poliesterdan polietilena terephthalate (PET). Produk turunan PTA inilah sebagai bahan baku pembuatan benang dan serat fiber industri tekstil.

Untuk membuat benang saja dibutuhkan 45% poliester, 40% katun, dan 15% rayon. "Kebutuhan nasional poliesterdan PET mencapai 1,2 juta ton per tahun," ujarnya.

Kalah bersaing

Tahun ini, APsyFI memproyeksi produksi TPT tak jauh beda dengan 2016. Produksi poliesterdiprediksi 610.000 ton, sedangkan serat filamen 580.000 ton. Redma menyebutkan, produksi poliester stagnan akibat kalah bersaing dengan produk impor.

Industri hulu tekstil juga mengeluhkan harga gas yang mahal, sehingga harga produk akhir tidak kompetitif. Pasalnya 24%-28% biaya produksi berasal dari gas. "Setiap industri beda-beda, rata-rata US$ 9,6 per mmbtu. Coba bandingkan dengan India yang saat ini sekitar US$ 2-US$ 3 per mmbtu," keluh Redma.

Alhasil, dampak banjir polister impor dan harga gas yang tinggi menyebabkan industri TPT tidak berkembang. Presiden Direktur PT Asia Pacific Tbk Ravi Shankar tidak menampik kondisi industri filamen dan benang saat ini sulit bertumbuh. "Harga benang impor sangat murah, sehingga margin produk ini kian tipis," ujarnya.

Tak pelak, banyak produsen TPT lokal yang menahan laju ekspansi lantaran berinvestasi di sektor ini sekarang relatif berisiko. Alasannya, industri pengguna lebih suka produk impor yang murah meriah. Ravi berujar, saat ini, pihaknya pun masih sebatas survei dan belum fokus pada rencana jangka panjang untuk memproduksi PTA dengan jumlah besar.

Padahal, dulu, emiten berkode saham POLY ini sempat memproduksi PTA. Kini, perusahaan tersebut hanya memproduksi poliester dan serat filamen. Adapun kapasitas terpasang POLY untuk produk polister600.000 ton per tahun. POLY juga memproduksi special fiber seperti coloring maupun mikrofiber.

Meski memberikan margin tinggi, namun volume produksi masih rendah. Ravi juga meyakini pasar produk special fiber akan meningkat di masa depan. Hanya saja ia tak memerinci apakah Poly akan ikut memperbesar porsi bisnis ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×