kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.702.000   23.000   1,37%
  • USD/IDR 16.464   -56,00   -0,34%
  • IDX 6.647   100,67   1,54%
  • KOMPAS100 947   13,11   1,40%
  • LQ45 745   12,49   1,71%
  • ISSI 207   3,32   1,63%
  • IDX30 388   6,66   1,75%
  • IDXHIDIV20 466   5,38   1,17%
  • IDX80 108   1,63   1,54%
  • IDXV30 111   0,67   0,61%
  • IDXQ30 127   1,78   1,42%

Produktivitas kakao rendah, asosiasi minta pemerintah kaji regulasi impor


Kamis, 02 Agustus 2018 / 20:55 WIB
Produktivitas kakao rendah, asosiasi minta pemerintah kaji regulasi impor
ILUSTRASI. Sentra Perkebunan Kakao di Sulawesi


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produktivitas biji kakao dalam negeri rendah, karena itu opsi impor biji kakao masih jadi pilihan utama industri. Namun demikian, pengusaha terkendala tarif impor masuk bahan baku biji kakao yang dikenakan pemerintah, ironisnya impor bubuk kakao tidak dikenai tarif.

Tak hanya itu, keserampangan data antar kementerian dan lembaga berpotensi membuat proyeksi dan regulasi komoditas ini jadi tidak efektif.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya menyatakan tahun 2017 kebutuhan biji kakao industri sebesar 465.000 ton, sedangkan produksi nasional baru mencapai 260.000 ton, maka untuk mencapai sisanya melalui impor.

Tambah lagi, ketimbang mendorong produktivitas petani domestik, industri jadi cenderung impor bubuk kakao yang tidak kena bea impor. Pada tahun 2017 impor bubuk kakao telah mencapai 18.661 ton atau naik 16,49% dari tahun sebelumnya.

"Padahal harusnya olahan yang kena impor, agar pemerintah proteksi industri dalam negeri," kata Sindra, Kamis (2/8).

Asal tahu, untuk biji kakao masuk ke dalam Indonesia dikenai impor dengan total 17,5% yang terdiri dari bea masuk 5%, PPN 10% dan PPH 2,5%. Sedangkan turunan biji kakao seperti bubuk dan butter cocoa tidak dikenai biaya.

Padahal menurut Sindra, posisi tersebut seharusnya di balik agar memberikan dorongan pada industri untuk mengerahkan investasi pada pertanian dan pabrik dalam negeri ketimbang impor yang menguras devisa negara.

Menanggapi hal tersebut, Sachin Prasad, President Director Mondelez Indonesia mengakui impor biji kakao menjadi salah satu komponen yang memberatkan produksi. Apalagi untuk mendapatkan cita rasa cokelat yang spesifik membutuhkan campuran kakao dari negara lain, tak hanya Indonesia.

"Tapi kami percaya pada keberlanjutan petani kakao akan mendukung kinerja kami, karena itu kami terus berupaya bekerjasama untuk mengembangkan petani binaan kami," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×