Reporter: Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Produsen kelapa sawit masih enggan menggeser pelabuhan tujuan ekspor ke Eropa Timur. Sebab, pelaku usaha masih menganggap penting pelabuhan ekspor tradisional yang saat ini berbasis di Rotterdam, Belanda.
"Jadi kita akan lebih baik untuk tidak meninggalkan pasar yang ada, tapi terus melakukan ekspansi," ungkap Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan, Selasa (22/11).
Penentuan pasar tujuan ekspor selama ini diatur oleh perusahaan Indonesia, sebab terkadang pelaku usaha sendiri yang lebih jeli melihat pasar tujuan ekspor yang potensial. Nantinya, pasar tujuan ekspor akan terdiversifikasi secara bertahap dengan atau tanpa bantuan pemerintah.
Kalaupun pemerintah berniat untuk menggeser pasar tujuan ekspor segera ke Eropa Timur seperti Serbia, Turki, dan Ukraina, maka regulator harus menerbitkan kebijakan untuk mengatur hal itu.
Regulasi itu, sebaiknya bisa mendukung aktivitas ekspor melalui penghapusan pajak ekspor atau hambatan tarif, misalnya, biaya tinggi logistik. Selain itu, pemerintah seharusnya bisa melobi Eropa agar bisa menghapus persyaratan yang bersifat tidak efisien.
Sebenarnya para pelaku usaha Indonesia telah melebarkan pasar tujuan ekspor ke Timur Tengah dan Afrika. Sayangnya, infrastruktur Timur Tengah dan Afrika belum secanggih Eropa. Sehingga, untuk menggeser pelabuhan tujuan ekspor dari pasar mapan Rotterdam terbilang sulit.
Sekjen Gapki, Joko Supriyono, menambahkan, produsen kelapa sawit Indonesia tidak dapat meninggalkan pasar tradisional sebagai tujuan ekspor. Justru pelaku usaha kelapa sawit mengembangkan pasar tradisional, apalagi pasar Eropa masih berperan cukup besar sebagai penyerap kelapa sawit terbesar kedua asal Indonesia setelah India.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News