kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Produsen plastik memangkas margin


Selasa, 08 Februari 2011 / 09:29 WIB
Produsen plastik memangkas margin
ILUSTRASI. Agung Wicaksono, Dirut PT Transportasi Jakarta (transjakarta)


Reporter: Yudo Widiyanto | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Imbas melonjaknya harga minyak dunia beberapa bulan terakhir melebar kemana-mana. Yang kini giliran menjerit adalah para produsen plastik. Tingginya lonjakan harga minyak sontak melambungkan harga bahan baku utama plastik, yakni polyethylene (PE) dan polypropiline (PP) .

Awal Februari ini harga PE dan PE naik menjadi sekitar US$ 1.550 per ton dari bulan sebelumnya yang sekitar US$ 1.500 per ton. “Celakanya, kami tak bisa mengimbanginya dengan menaikkan harga jual,” kata Budi Susanto Sadiman, Wakil Ketua Asosiasi Industri Plastik dan Olefin Indonesia (Inaplas), Senin (7/2).

Para produsen memilih menahan harga karena mempertimbangkan daya beli konsumen yang cenderung melemah. Menurut Budi, tingginya inflasi dalam negeri berdampak pada melemahnya daya beli.

Situasi itu tentu akan mengganggu kinerja industri plastik dan memangkas margin keuntungan. Kondisi ini diperparah kebijakan pemerintah yang mengenakan bea masuk (BM) 5% terhadap impor bahan baku plastik. Kebijakan ini tertuang dalam PMK No 241 yang terbit Desember 2010. "Pengenaan BM itu membuat harga bahan baku semakin tinggi," ujar Budi.

Belum lagi ancaman kenaikan biaya produksi menyusul naiknya tarif listrik belum lama ini. Semua itu, kata Budi, semakin menekan kinerja industri plastik tahun ini. Yang ia khawatirkan, di tengah kondisi sulit ini, produsen tak bisa menggenjot produksi karena melemahnya daya beli.

Dengan demikian, produsen terpaksa harus memangkas margin. "Karena beban produksi meningkat dan volume tetap, maka kami akan memangkas margin hingga 5%," ujar Budi.

Celakanya, kondisi sulit ini terjadi di saat industri plastik selesai melakukan ekspansi produksi. Hingga awal tahun ini, Budi mencatat ada tambahan kapasitas produksi sebesar 6%-8%.

Tak menutup kemungkinan tambahan kapasitas ini belum bisa terpakai. Apalagi, produksi plastik tahun ini terancam stagnan menyusul lemahnya daya beli tersebut.

Memang ada beberapa langkah yang ditempuh produsen untuk menyiasati tingginya harga bahan baku. Salah satunya mencari bahan baku yang lebih murah.

Saat ini bahan baku industri plastik diimpor dari negara ASEAN, seperti Thailand, Malaysia dan Singapura. Total impor bahan baku plastik 1,57 juta ton per tahun, dengan nilai impor US$ 1,2 miliar.

Menurut Budi, saat ini produsen plastik mulai mencari negara-negara yang bisa menjual biji plastik lebih murah.

Bebaskan BM

Direktur Jenderal Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan, saat ini kebutuhan PP dan PE di dalam negeri mencapai 1,57 juta ton per tahun. Dari kebutuhan itu, yang bisa dipenuhi dari dalam negeri sekitar 946.000 ton saja.

Melihat tingginya impor bahan baku plastik, menurutnya tidak menutup kemungkinan BM impor bahan baku plastik dibebaskan. "Kami sedang pelajari kemungkinan menghapus BM itu," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×