Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) memutuskan tetap melanjutkan program gerakan nasional (Gernas) Kakao yang sudah dirintis sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), nama program ini bakal diganti menjadi program pengembangan kakao berkelanjutan.
Bila tak ada aral melintang, program ini mulai direalisasikan pada 2016. Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kemtan, mengatakan, Menteri Pertanian Arman Sulaiman sudah setuju untuk mengubah nama Gernas Kakao menjadi pengembangan kakao berkelanjutan.
Alasan perubahan nama gernas karena dianggap terlalu identik dengan pemerintahan sebelumnya. “Harapannya lewat pola penanaman dan produksi yang berkelanjutan, Indonesia bisa menjadi negara penghasil kakao terbesar di dunia,” kata Gamal awal pekan ini.
Saat ini, pemerintah tengah menyusun road map untuk memulai program tersebut. Road map mencakup kebijakan baru yang harus dikeluarkan pemerintah untuk mencapai peningkatan produktivitas secara berkelanjutan.
Pemerintah juga menghitung kembali luas lahan yang harus diremajakan serta direhabilitasi. Dengan begitu, Kemtan bisa memastikan berapa luasan lahan yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi kakao. "Jadi belum tahu berapa luas lahan yang akan dimasukkan dalam program kakao berkelanjutan ini, karena masih dalam tinjauan kami," ujarnya.
Menurut Gamal, pemerintah juga akan mengubah aturan main program ini. Misalnya, Kemtan hanya memfasilitasi bantuan bibit dan benih selama setahun. Memasuki tahun kedua, perbankan akan menggantikan peran Kemtan dalam menyediakan pendanaan penyediaan bibit dan benih.
Kemtan juga berencana menggandeng pihak swasta, asosiasi, dan eksportir untuk ikut menyukseskan program ini. Selain sektor hulu, pengembangan sektor hilir juga masuk dalam program pengembangan kakao berkelanjutan ini.
Program kakao berkelanjutan akan diterapkan di daerah-daerah yang selama ini menjadi sentra perkebunan kakao, antara lain di Sulawesi, Sumatra Barat, Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kemtan optimistis, program ini bisa menggenjot produktivitas kakao rakyat menjadi 600 kilogram (kg) per hektare (ha) sekali panen. Jumlah itu naik sekitar 200 kg per ha dari produktivitas sekarang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News