Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Essential Services Reform (IESR) mengusulkan stimulus pemulihan ekonomi pasca pandemi Corona (covid-19) melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Program tersebut bertajuk Surya Nusantara.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, Surya Nusantara merupakan program pemasangan PLTS Atap dengan sumber pendanaannya berasal dari APBN dan APBD. Sasaran dari program ini ialah masyarakat miskin dan rentan miskin, khususnya bagi pelanggan pelanggan listrik PT PLN (Persero) yang mendapatkan subsidi.
Baca Juga: Gara-gara pagebluk corona, permintaan gas industri sudah anjlok 70%
Fabby mengusulkan, program tersebut dapat mematok target pemasangan PLTS Atap hingga 1 Gigawatt peak (GWp) per tahun, yang bisa dimulai dari tahun 2021 dan bisa dilanjutkan sampai dengan 5 tahun ke depan.
Ia memberikan gambaran, jika pemasangan dilakukan kepada pelanggan PLN bersubsidi 900 Volt Ampere (VA) untuk mensubstitusi kebutuhan listrik 1 Kilowatt peak (KWp), maka ada sekitar 660.000 rumah tangga yang bisa mengganti penggunaan listriknya dengan PLTS Atap.
Dengan begitu, Fabby menghitung bahwa penggunaan PLTS Atap itu bisa mengurangi beban subsidi pemerintah sekitar Rp 800 miliar - Rp 1,3 triliun per tahun, tanpa merugikan pihak PLN. "Sasarannya memang harus dipilih.
Ini menjadi win win solution, karena sebagai program recovery ekonomi ini harus bisa mengatasi tingkat pengangguran, mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus target EBT. Jadi ini green recovery," ungkap Fabby dalam webinar yang digelar Selasa (19/5).
Baca Juga: IESR: Subsidi listrik bagi golongan pelanggan lain berpotensi bebani PLN
Untuk mencapai target 1 GWp per tahun tersebut, biaya yang dibutuhkan untuk tahap awal mencapai sekitar Rp 15 triliun. Namun dengan sejumlah penghitungan seperti pengurangan subsidi dan konversi energi, angka tersebut cukup rasional.
Apalagi, kata Fabby, sebanyak 30% dari investasi tersebut akan masuk dalam komponen upah yang dibelanjakan oleh para pekerja. Juga, ada peluang pendapatan pemerintah dari sektor perpajakan seperti PPN dan PPh.
"Yang terpenting uang itu tidak hilang, akan kembali kepada pemerintah. Bisa dinikmati listriknya paling tidak 25 tahun. Berbeda dengan bentuk subsidi lainnya, ketika pemerintah mengeluarkan dana kemudian tidak jadi apa-apa," terang Fabby.
Lebih lanjut, dalam perhitungannya, Program Surya Nusantara ini bisa menyerap hingga sekitar 78.000 tenaga kerja atau paling tidak menyerap 20.000-22.000 tenaga kerja langsung. Sebab, program ini dapat menggerakkan bisnis PLN maupun BUMN dan perusahaan swasta yang bergerak di lini bisnis PLTS.
Baca Juga: Akhir bulan ini, petugas PLN kembali mendatangi rumah pelanggan pascabayar
"PLN menjadi anchor yang melaksanakan, melibatkan BUMN dan kerjasama dengan industri modul surya. Jadi ada sinergi yang menciptakan multiplier effect," sebut Fabby.
Adapun, tenaga kerja yang dibutuhkan merupakan tenaga terampil yang juga bisa memungkinkan penyerapan dari kelompok masyarakat yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sedangkan untuk pelatihan teknis atau pun sertifikasi, bisa diintegrasikan dengan program kartu pra-kerja.
Selain bisa berdampak dari sisi ekonomi, Fabby mengatakan bahwa program ini juga sekaligus menyokong bauran energi terbarukan yang ditarget 23% pada tahun 2025. "Target PLTS kapasitasnya 6,5 GW. PLTS Atap salah satu sumber untuk memenuhi target tersebut," kata Fabby.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Konservasi Energi Hariyanto mengatakan bahwa pihaknya mendukung program pengembangan PLTS Atap ini. Menurut Hariyanto, ada sejumlah manfaat dari program Surya Nusantara ini, antara lain dapat mengalihkan subsidi listrik untuk penyediaan PLTS Atap, serta mendorong tumbuhnya industri surya dalam negeri.
Baca Juga: Akhir bulan ini, PLN akan lakukan pencatatan meteran listrik secara langsung
Hariyanto mendapatkan, PLTS Atap menjadi salah satu penopang bauran EBT dalam kelistrikan. Pada tahun 2019, terjadi lonjakan penggunaan PLTS Atap hingga dua kali lipat dari 88,04 MW menjadi 152,44 MW pada tahun lalu.
Menurutnya, PLTS Atap akan etrus dikembangkan, antara lain melalui program sinergi BUMN, pengambangan PLTS melalui APBN atau APBD, serta PLT Hybrid. "Ini targetnya kumulatif di tahun 2024 menjadi 2,2 gigawatt," tandas Haryanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News