Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Perlambatan pertumbuhan sektor properti rupanya berpengaruh bagi permintaan keramik di Indonesia. Asosiasi Keramik Indonesia (AKI) memproyeksikan, pertumbuhan permintaan keramik tahun ini hanya sekitar 5% atau lebih lambat dari proyeksi semula yakni 10%.
Itu artinya, angka pertumbuhan industri keramik tahun ini di bawah rata-rata pertumbuhan permintaan keramik tiga tahun terakhir, yang berkisar 10%-15%. "Awal tahun kami sempat mematok pertumbuhan volume penjualan naik 10%, namun kami revisi menjadi 5% saja," ujar Elisa Sinaga, Ketua AKI kepada KONTAN, Kamis (23/10).
Elisa menjelaskan, ada tiga hal yang membuat pertumbuhan properti melambat. Pertama, adanya aturan uang muka minimal pembelian properti oleh Bank Indonesia (BI). Kedua, kondisi politik karena Pemilihan umum membuat pengembang menahan diri berekspansi. Ketiga, depresiasi rupiah yang membuat konsumen wait and see.
Untuk diketahui saja, tahun 2013 lalu, volume penjualan keramik Indonesia tercatat 410 juta meter persegi (m²). Dengan asumsi pertumbuhan 5%, permintaan keramik tahun ini diproyeksikan bakal naik menjadi 425 m². "Ini baru proyeksi, semoga saja penjualan naik di kuartal keempat tahun ini," harap Elisa.
Dari sisi nilai, penjualan keramik tahun ini diprediksi bisa naik lebih tinggi, yakni naik 12,5% menjadi Rp 36 triliun. Proyeksi penjualan itu lebih tinggi dari realisasi penjualan tahun lalu senilai Rp 32 triliun. Elisa bilang, penjualan secara nilai lebih tinggi karena ada kenaikan harga jual keramik sebesar 10%-12% dari awal tahun.
Sampai dengan September 2014 atau akhir kuartal III, realisasi dari penjualan keramik diperkirakan mencapai sekitar Rp 26 triliun. Angka tersebut naik 5%-8% dari 8% realisasi penjualan waktu yang sama tahun lalu senilai Rp 24 triliun-Rp 25 triliun.
Walaupun pertumbuhan permintaan keramik tahun ini tak setinggi tahun lalu, namun tak menghalangi pelaku industri menambah kapasitas produksi. Sejumlah produsen keramik telah menambah kapasitas produksi. AKI menyebutkan, kapasitas produksi keramik tahun ini naik 15%-18% menjadi 530 juta m². Adapun tahun lalu, realisasi produksi keramik tercatat 450 juta m²- 460 juta m².
Dari hasil produksi keramik tersebut, 88% untuk melayani permintaan dalam negeri. Sisanya sebesar 12% diekspor ke beberapa negara di Asia Tenggara dan Australia.
Adapun pangsa pasar keramik terbesar di dalam negeri terbesar datang dari sektor properti, dengan perincian: 70%-80% perumahan, sebesar 20%-30% untuk proyek besar seperti mal, apartemen dan gedung perkantoran.
Dalam hal produksi, tahun ini pelaku industri keramik mengalami kenaikan biaya produksi karena pelemahan nilai tukar rupiah. Elisa menjelaskan, pelemahan rupiah membuat harga pembelian gas alam menjadi lebih mahal. Sementara, hasil produksi dijual dalam bentuk rupiah. "Ini alasan kenapa harga kami naik," jelas Elisa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News