Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Yusri menilai pilah-pilihnya PLN dalam hal penyediaan pasokan gas dalam tender IPP ini menunjukkan perusahaan setrum ini tidak mempunyai konsep yang jelas dan membingkungkan para investor pengembang IPP.
“Untuk PLTMG kecil, IPP diminta menyediakan sendiri gasnya. Sedangkan yang besar diambil alih PLN sendiri,” ujarnya. Dengan syarat seperti itu banyak pengembang IPP bingung dan akhirnya tak berminat ikut serta.
Harus diakui, PLN memang tidak mempunyai kapasitas dan kemampuan andal dalam penyediaan energi seperti batubara, BBM dan gas serta sumber energi alternatif lainnya secara berkelanjutan. Namun, hal tersebut tidak boleh menjadi alasan bagi PLN untuk mengalihkan tanggung jawab penyediaan sumber energi ke para pengembang IPP.
PLTMG Scattered menjadi bukti nyata. Meski kapasitasnya 180 MW, namun dengan PLTMG terpisah di 8 titik/lokasi, pasokan bahan bakar gas untuk pembangkit menjadi sangat rumit dan tidak ekonomis.
Kata Yusri, pada umumnya, kebijakan PLN dalam setiap pembangunan pembangkit dikenal dengan "komponen C", artinya bahan bakar sebagai energi pembangkit disuplai oleh PLN, akan tetapi kebijakan yang baru dalam proyek 35.000 MW ini diubah menjadi kewajiban IPP/Developer sebagai penyedianya.
"Tentu kebijakan ini akan menyulitkan pihak swasta yang akan ikut partisipasi di wilayah yang sulit dapat sumber energi khususnya gas, seperti halnya di Kalimantan Barat," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News