kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,88   5,30   0.59%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proses tender jadi kendala proyek 35.000 MW


Rabu, 03 Agustus 2016 / 19:15 WIB
Proses tender jadi kendala proyek 35.000 MW


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Target proyek listrik 35.000 Mega Watt (MW) rampung pada 2019 terancam meleset. Tidak berjalan mulusnya beberapa tender pembangkit listrik yang digelar PT PLN (Persero) bisa jadi indikator kuat bakal molornya proyek tersebut.

Paling anyar, menimpa pada lelang PLTMG Scattered 180 MW dan PLTMG Pontianak berkapasitas 100 MW. Meski pengumuman dan pendaftaran sudah dilakukan jauh-jauh hari, namun hingga batas akhir penyerahan dokumen tender pada 26 Juli kemarin, tidak ada satu pun peserta yang mendaftar.

Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir mengaku tidak tahu-menahu atas permasalahan ini. Sebaliknya, pihaknya justru memilih untuk membangun sendiri pembangkit listrik. "Saya baru dengar. Namun, untuk masalah teknis nanti saya tanyakan ke direktur teknis terkait," jelasnya kemarin.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menyayangkan, sepinya peminat PLTMG Pontianak dan Scattered Riau ini. "Padahal sudah melalui proses panjang, tiga kali bolak-balik, tetap sepi peminat,” ujarnya.

Kasus ini menambah daftar panjang kegagalan PLN dalam memenuhi target oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) “Diawali pembatalan tender PLTU Jawa 5 berkapasitas 2 x 1.000 MW,” jelas Yusri.

Menurutnya, ada kesan PLN tak mau repot-repot membantu pengembang atau investor IPP. Terbukti, PLN mewajibkan pasokan gas untuk dua pembangkit ini harus disediakan oleh peserta tender.

“Sementara di tender lain seperti Proyek IPP Jawa-1 PLN mengambil tanggung jawab pengadaan gas atau LNG-nya,” ujarnya. Ke‎bijakan PLN di proyek Jawa-1 sudah sangat baik dan seharusnya  dijalankan dengan konsisten.

Yusri menilai pilah-pilihnya PLN dalam hal penyediaan pasokan gas dalam tender IPP ini menunjukkan perusahaan setrum ini tidak mempunyai konsep yang jelas dan membingkungkan para investor pengembang IPP.

“Untuk PLTMG kecil, IPP diminta menyediakan sendiri gasnya. Sedangkan yang besar diambil alih PLN sendiri,” ujarnya. Dengan syarat seperti itu banyak pengembang IPP bingung dan akhirnya tak berminat ikut serta.

Harus diakui, PLN memang tidak mempunyai kapasitas dan kemampuan andal dalam penyediaan energi seperti batubara, BBM dan gas serta sumber energi alternatif lainnya secara berkelanjutan. Namun, hal tersebut tidak boleh menjadi alasan bagi PLN untuk mengalihkan tanggung jawab penyediaan sumber energi ke para pengembang IPP.

PLTMG Scattered menjadi bukti nyata. Meski kapasitasnya 180 MW, namun dengan PLTMG terpisah di 8 titik/lokasi, pasokan bahan bakar gas untuk pembangkit menjadi sangat rumit dan tidak ekonomis.

Kata Yusri, pada umumnya, kebijakan PLN dalam setiap pembangunan pembangkit dikenal dengan "komponen C", artinya bahan bakar sebagai energi pembangkit disuplai oleh PLN, akan tetapi kebijakan yang baru dalam proyek 35.000 MW ini diubah menjadi kewajiban IPP/Developer sebagai penyedianya.

"Tentu kebijakan ini akan menyulitkan pihak swasta yang akan ikut partisipasi di wilayah yang sulit dapat sumber energi khususnya gas, seperti halnya di Kalimantan Barat," jelasnya.‎ 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×