Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program hilirisasi bauksit yang diharapkan meningkatkan nilai tambah saat ini masih jalan di tempat. Sejumlah proyek smelter mandek, ditambah dengan tantangan pembiayaan serta ketidakpastian kebijakan, membuat perkembangan sektor ini jauh dari harapan.
Ketua Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) Ronald Sulistyanto mengungkapkan, kemajuan proyek smelter bauksit masih sangat minim. Dari beberapa proyek yang direncanakan, hanya smelter yang dikelola WHW Alumina dan Borneo Alumina Indonesia (BAI), hasil kerja sama antara PT Inalum dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID, yang menunjukkan perkembangan berarti. Selebihnya stagnan, banyak yang masih berada pada tahap nota kesepahaman (MoU) atau bahkan harus mengganti investor.
“Permasalahan terbesar terletak pada pembiayaan. Belum ada kemajuan nyata yang signifikan,” kata Ronald kepada Kontan, Selasa (14/1).
Ronald menilai solusi yang diberikan pemerintah sering kali tidak relevan dengan permasalahan utama pelaku usaha. Misalnya, perusahaan yang kesulitan menyelesaikan proyek justru dikenai denda administratif, alih-alih dukungan konkret.
Baca Juga: Smelter Bauksit Mangkrak, Begini Solusi untuk Pemerintah
ABI juga menyoroti kerumitan regulasi dan kebingungan yang dialami para pengusaha akibat kebijakan yang sering berubah. Ronald menegaskan perlunya konsistensi kebijakan untuk mendorong optimisme pelaku usaha.
“Kalau terus begini, banyak pelaku usaha yang bisa mati suri,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS)., Bhima Yudhistira mengatakan, mandeknya pembangunan smelter bauksit merupakan dampak dari berbagai kendala, termasuk kesulitan pendanaan dan kurangnya minat bank domestik dalam membiayai proyek hilirisasi ini. Dari 12 smelter yang direncanakan, hanya empat yang berhasil beroperasi.
Bhima juga menyoroti pentingnya standar lingkungan dalam meningkatkan daya saing global. Pasar internasional, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang, kini semakin mencari bahan baku rendah karbon.
"Ini peluang besar yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas Indonesia,” katanya.
Untuk mengatasi tantangan ini, Celios mengajukan sembilan rekomendasi strategis, pertama, konsistensi kebijakan, artinya, pemerintah harus menjamin kebijakan hilirisasi bersifat konsisten dan berorientasi jangka panjang, menghindari perubahan mendadak yang dapat mengganggu investasi.
Kedua, insentif investasi dengan memberikan insentif fiskal terukur kepada investor yang mendukung pembangunan smelter dengan rencana transisi energi dan pengelolaan limbah yang baik.
Ketiga, sanksi tegas dengan menetapkan sanksi tegas bagi perusahaan yang tidak memenuhi tenggat waktu pembangunan smelter.
"Keempat, infrastruktur energi dengan membangun pembangkit energi terbarukan untuk mendukung operasi smelter yang sangat membutuhkan pasokan energi besar," ungkap Bhima.
Kelima, pengembangan SDM dengan meningkatkan pelatihan tenaga kerja lokal untuk menguasai teknologi pengolahan bauksit dan tembaga.
Keenam, kemitraan strategis dengan menggalakkan kerja sama antara perusahaan nasional dan investor asing guna membangun smelter dengan teknologi tinggi dan ramah lingkungan.
Ketujuh, standar lingkungan dengan mengadopsi standar lingkungan yang ketat untuk mendukung keberlanjutan operasi pengolahan mineral. Kedelapan, transparansi dan pengawasan dengan memastikan transparansi perizinan dan memperkuat pengawasan pembangunan smelter.
"Terakhir, pengembangan industri turunan dengan mendorong tumbuhnya industri berbasis produk hilir seperti aluminium untuk bahan konstruksi dan kabel dari tembaga serta rehabilitasi lingkungan dengan mewajibkan perusahaan tambang merehabilitasi lahan bekas tambang untuk mendukung keberlanjutan lingkungan," tandas Bhima.
Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, terdapat tujuh pembangunan proyek smelter bauksit dalam kondisi terbengkalai dengan klaim progres pengerjaan di atas 50%. Namun, setelah dilakukan verifikasi lapangan, hasilnya tidak sesuai.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Tak Setujui Ekspor Konsentrat Tembaga Freeport
Selanjutnya: Cek Prospek dan Rekomendasi Saham Unilever (UNVR) Usai Jual Bisnis Es Krim
Menarik Dibaca: Pemerintah Ancam Sanksi bagi BUMN & Kontraktor EPC yang Langgar Kewajiban TKDN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News