kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PSN tersendat, target produksi 1 juta barel di 2030 terancam sulit digapai


Selasa, 15 Desember 2020 / 18:48 WIB
PSN tersendat, target produksi 1 juta barel di 2030 terancam sulit digapai
ILUSTRASI. Pekerja beraktivitas di area Proyek Pengembangan Lapangan Gas Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memiliki target produksi migas 1 juta barel per hari di tahun 2030 yang salah satunya diupayakan melalui berbagai proyek strategis nasional (PSN) sektor migas. Namun, adanya berbagai tantangan di sektor hulu migas membuat progres PSN tersebut mengalami kendala.

Asal tahu saja, terdapat empat PSN yang sedang berlangsung saat ini. Di antaranya adalah proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) yang ditargetkan on stream tahun 2021, Tangguh Train III ditargetkan on stream akhir 2021, Indonesia Deep Development (IDD) ditargetkan on stream tahun 2025, dan Blok Masela ditargetkan on stream tahun 2027.

Praktisi Migas Tumbur Parlindungan menyampaikan, untuk proyek JTB dan Tangguh Train III sebenarnya masih berjalan di lapangan. Hanya saja, kemunculan pandemi Covid-19 membuat kedua proyek tersebut terkendala sehingga jadwal penyelesaiannya tidak sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Sekadar mengingat, proyek JTB dikerjakan oleh PT Pertamina EP Cepu sedangkan Tangguh Train III dilaksanakan oleh BP Berau Ltd. Sementara itu, proyek IDD dan Blok Masela menghadapi masalah berupa hengkangnya investor strategis di masing-masing proyek, yakni Chevron Pacific Indonesia dan Royal Dutch Shell Plc.

Menurut Tumbur, proyek IDD dan Blok Masela terkendala dengan rendahnya harga komoditas migas dan adanya oversuplai produk Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair di dunia. Kedua proyek tersebut juga tersendat oleh masalah tingginya biaya pengembangan lapangan. “IDD dan Masela merupakan proyek laut dalam dengan biaya pengembangan yang mahal,” ujar dia, Selasa (15/12).

Masalah semakin rumit lantaran adanya pandemi Covid-19 tentu akan semakin menambah kebutuhan biaya proyek, termasuk biaya untuk mendukung protokol kesehatan di lingkungan operasional proyek. Ditambah lagi, situasi pandemi juga membuat permintaan terhadap produk migas, termasuk LNG, mengalami penurunan.

“Dampaknya proyek-proyek ini akan tertunda dan baru memungkinkan untuk dimulai kembali apabila faktor-faktor eksternal bisa mendukung keekonomian dari proyek tersebut,” jelas Tumbur.

Baca Juga: Begini upaya ESDM guna kejar target produksi 1 juta barel per hari di 2030

Dia turut berpendapat, ketidakpastian dari iklim investasi di sektor hulu migas kemungkinan akan membuat Indonesia kesulitan untuk mengundang investor baru.

Sementara untuk investor lama, ketidakpastian industri migas nasional dapat membuat mereka enggan menambah nilai investasinya sampai terdapat perubahan yang mendasar. Dalam hal ini, perubahan tersebut mampu meyakinkan investor eksisting untuk terus berinvestasi di Indonesia.

Menurutnya, kepastian terhadap kesucian kontrak menjadi salah satu hal yang mendasar dalam membenahi iklim investasi migas di Indonesia. Selain itu, revisi UU Migas juga diperlukan untuk mendukung eksistensi SKK Migas dalam mengawasi program-program kerja di sektor hulu migas.

“Koordinasi antara kementerian dan lembaga kemudian pemerintah pusat dan daerah juga diperlukan terutama untuk proses perizinan usaha dan birokrasi,” ungkap dia.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro juga menilai, selain akibat pandemi Covid-19, masalah-masalah lama yang berhubungan dengan nilai keekonomian juga menjadi penyebab utama di balik tersendatnya proyek-proyek strategis nasional di sektor hulu migas.

Padahal, terlepas dari adanya berbagai tantangan, potensi daya serap produk migas yang dihasilkan oleh empat PSN tersebut cukup besar. “Proyek-proyek tersebut sebagian besar menghasilkan gas yang relevan dengan kebutuhan domestik yang terus meningkat,” terangnya, hari ini (15/12).

Pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dinilai perlu duduk bersama untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi sekaligus solusi supaya PSN yang ada dapat terus berjalan.

Penyelesaian masalah tersebut sangat penting mengingat empat PSN tersebut berpengaruh besar terhadap target produksi migas 1 juta barel per hari di tahun 2030 yang dicanangkan pemerintah. “Kalau tidak jalan, target 1 juta barel per hari akan semakin sulit untuk dicapai,” tutup Komaidi.

Selanjutnya: Empat PSN sektor migas terkendala, perbaikan regulasi dan insentif dibutuhkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×