kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PT Timah (TINS) targetkan smelter Tanah Jarang rampung tahun 2019


Senin, 24 September 2018 / 19:40 WIB
PT Timah (TINS) targetkan smelter Tanah Jarang rampung tahun 2019
ILUSTRASI. PT Timah Tbk TINS


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam upaya pengembangan bisnis, PT Timah Tbk tengah membangun pabrik pengolahan dan pemurnian tembaga (smelter) mineral logam tanah jarang atau rare earth. Emiten berkode saham TINS ini menargetkan pengerjaan smelter ini akan rampung pada akhir tahun depan.

“Kami berharap, apabila potensi sumber daya dan pengkajian masalah kelayakan skala ekonominya cepat, mungkin akhir tahun depan sudah bisa selesai. Karena kontruksi dasarnya, seperti instalasi teknologi pemrosesan serta luas lahannya di daerah Tanjung Ular, Bangka ini sudah sangat layak dan memenuhi syarat,” ujar Direktur Keuangan TINS, Emil Erminda kepada Kontan.co.id, Senin (24/9).

Emil menilai, mineral tanah jarang merupakan salah satu mineral yang ditemukan sebagai elemen berharga dalam penambangan bijih timah. “Penelitian mengenai logam tanah jarang ini sudah kami lakukan sejak lama, sekitar 10 tahun yang lalu. Dari penelitian kami, ternyata ditemukan banyak manfaatnya, sebagai bahan baku pembuatan komponen elektronik, seperti layar LCD untuk TV, layar komputer, smartphone, dan lain sebagainya,” papar Emil.

Secara ekonomi, Emil bilang, harga mineral tanah jarang ini cukup mahal dan saat ini banyak dimanfaatkan dalam industri smartphones. “Per metrik ton nya bisa tiga kali lipat lebih dari harga timah, kira-kira US$ 70.000 per metrik ton nya,” imbuhnya.

Selain itu, mineral tanah jarang ini juga bisa menghasilkan thorium yang dapat menjadi bahan baku nuklir seperti urainium dengan tingkat radiasi yang lebih rendah dan bisa menjadi salah satu penghasil energi listrik. 

Oleh karena itu, Emil menjelaskan dengan adanya permintaan pasar yang tinggi dan harga pasar cukup mahal ini menjadikan mineral tanah jarang sebagai salah satu komoditi yang menjanjikan untuk dikembangkan.

Dalam mengembangkan bisnis ini, Ia menyampaikan tahap awal sudah mulai sejak 3 tahun yang lalu yaitu dengan membangun pabrik pengolahan rare earth dalam skala kecil. 

“Untuk sementara Pabrik pengolahan skala kecil ini, kami gunakan sebagai laboratorium produksi rare earth element (REE). Di samping untuk meneliti aspek teknis proses pengolahannya, juga meneliti seberapa besar skala potensi produksinya,” ungkapnya.

Dalam berita Kontan.co.id sebelumnya, smelter REE ini akan memiliki kapasitas produksi 500 ton per tahun dengan nilai investasi sebesar Rp 100 miliar dengan luas 110 hektare.

Selama pembangunannya, ada beberapa hal yang menjadi kendala yang membuat tertundanya komersialisasi proyek ini. “Pertama, adanya unsur thorium yang dapat menjadi bahan baku nuklir sehingga kami harus melakukan kerja sama dengan BATAN sebagai perusahaan yang diperbolehkan. ” tuturnya.

Kedua,kata emil, pihaknya juga tengah memastikan metodologi yang sesuai agar menghasilkan suatu potensi skala produksi yang ekonomis. “Karena sesuai namanya, volume kandungannya relatif kecil. Untuk itu, tim kami sedang terus meneliti dan menghitung bagaimana model bisnis dengan mempertimbangkan berapa besar potensi yang ada, tingkat teknologi yang dibutuhkan, nilai investasi, besar skala bisnis, dan faktor pertimbangan studi kelayakan lainnya,” ungkap Emil.

Yang pasti, saat ini kandungan REE ini sudah mencapai sekitar 2%-5% dari 100% bijih timah. Nantinya, TINS bakal memasarkan ke negara-negara industri elektronik seperti Jepang dan Korea. 

"Jadi secara umum dapat dikatakan kami masih terkendala soal perizinan mengingat mineral ini juga dapat dijadikan bajan baku nuklir sehingga butuh perijinan sampai pengawasan khusus,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×