Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengungkap kendala teknis yang dialami PT Pertamina (Persero) sebagai pembeli atau offtaker produk dari proyek hilirisasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME).
Untuk diketahui, proyek DME pertama kali disepakati pada tanggal 10 Desember 2020, dengan persiapan konstruksi pada awal tahun 2021 dan target operasional pabrik pada kuartal II 2024.
Dalam proyek ini, PT Bukit Asam (PTBA) bertindak sebagai coal supplier atau pemasok batubara, Pertamina bertindak sebagai off taker, dan perusahaan gas asal Amerika, Air Products and Chemicals, Inc. sebagai pihak yang menyediakan teknologi dan membawa pendanaan dalam proyek ini.
Baca Juga: Usai Air Product Cabut, PTBA Ungkap Proyek DME Dilirik China
Namun, pada tahun 2023, Air Products and Chemicals, Inc. memutuskan mundur, salah satu alasannya karena terkait dengan nilai keekonomian dan potensi pengembangan bisnis di AS.
Usai mundur, PTBA mengungkap Pertamina juga mengalami kendala teknis jika melanjutkan menjadi offtaker dalam proyek yang digadang-gadang dapat menjadi substitusi dari Liquefied Petroleum Gas (LPG) ini.
Menurut Direktur Utama (Dirut) PTBA, Arsal Ismail, tantangan teknis ini diungkap pada Forum Satgas Hilirisasi pada 19 Maret 2025 lalu.
"Antara lain kebutuhan konversi infrastruktur seperti jalur distribusi dan perangkat kompor rumah tangga yang kompatibel dengan DME," kata Arsal dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di gedung DPR RI, Senin (05/05).
Adapun, Arshal menyebut jalur distribusi yang dibutuhkan adalah sejauh 172 kilometer serta perlunya kesiapan jaringan niaga dan distribusi bahan bakar alternatif ini secara luas.
Secara detail, berikut adalah beberapa kendala teknis yang dialami Pertamina dalam proyek DME:
1. Diperlukan infrastruktur pemipaan sepanjang 172 km.
Pembangunan infrastruktur dinilai akan meningkatkan tantangan logistik dan biaya.
2. Wilayah Sumbagsel dalam kondisi surplus LPG.
Baca Juga: Hilirisasi Batubara Menjadi DME Merupakan Prioritas BUMN
Dengan kondisi ini, LPG dari Sumbagsel perlu didistribusikan keluar dan menimbulkan biaya tambahan. Proyek DME dinilai akan lebih berdampak apabila diperuntukkan untuk wilayah yang memang defisit LPG, seperti Kalimantan.
3. DME memiliki kalori lebih rendah sehingga memerlukan waktu memasak yang lebih lama.
4. DME memerlukan kompor khusus sehingga terdapat risiko apabila terjadi stock out DME.
5. Diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai strategi manajemen karbon yang akan diterapkan.
Dalam kesempatan yang sama, Arshal juga meminta kejelasan pemerintah terkait peraturan turunan terkait dengan tarif royalti batubara 0% untuk hilirisasi.
"Terkait tarif royalti 0% untuk hilirisasi sebagaimana telah diamanatkan dalam Perpu, agar dapat memberikan insentif fiskal yang konkret bagi para pelaku usaha dalam rantai hilirisasi," tutupnya.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) Perlu Konsorsium untuk Kembangkan Hilirisasi Batubara Jadi DME
Selanjutnya: Bukan Alexander-Arnold, Ini Daftar Pemain Liverpool dengan Harga Jual Paling Tinggi
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (6/5): Cerah hingga Diguyur Hujan Ringan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News