Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Perusahaan pelat merah penghasil tebu yakni PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) X dan PTPN XI melansir komitmen kerjasama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur terkait revitalisasi pabrik gula (PG). Komitmen tersebut dituangkan dalam bentuk konsep nota kesepahaman yang nanti akan diteken kedua belah pihak.
"Tindak lanjut pertemuan koordinasi antara Gubernur Jatim dengan jajaran manajemen PTPN X dan XI Senin (8/11) lalu, telah dilakukan pembahasan teknis terkait penyusunan konsep nota kesepahaman," kata Adig Suwandi, Sekretaris Perusahaan PTPN XI kepada KONTAN di Jakarta, Selasa (9/11). Pertemuan aparatur pemerintahan tersebut dipimpin oleh Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim Budi Setiawan.
Secara umum, komitmen yang disepakati itu adalah soal budidaya (on farm), pabrik (off farm), dan pemasaran (marketing). Khusus untuk bahan baku, pemprov akan membantu PG dalam penyediaan lahan dan akan meminta para bupati/walikota yang di Jawa Timur memberikan dukungannya.
"Ini mengingat permasalahan utama yang dihadapi adalah terbatasnya tebu karena lahan, sehingga terjadi idle capacity yang menyebabkan unit cost tidak bersaing," kata Adig.
Selain itu, pertemuan antara perusahaan BUMN dengan Pemprov Jatim itu juga memastikan tidak akan menutup 7 unit PG yang ada di Jatim. PTPN XI berharap ada rencana tata ruang dan wilayah yang memungkinkan lahan tebu tertanam dalam satu hamparan lahan berdasarkan kesamaan agroekosistem.
Sementara dari segi pemasaran, harga patokan petani (floor price) mengacu hasil survai biaya pokok produksi petani oleh Dewan Gula Indonesia ditambah margin. Sebagai contoh untuk tahun 2010 jaminan tersebut sebesar Rp. 6.350 per kg. Namun, harga itu hanyalah acuan harga terendah, sedangkan harga tertinggi tetap ditentukan mekanisme pasar. "Bila harga terbentuk lebih rendah, para petani tetap menerima Rp. 6.350 per kg," terang Adig.
Bila lebih tinggi, maka kelebihan harga akan dibagi secara proporsional antara petani dan investor berdasarkan formula tertentu, yakni 80% petani dan 20% investor. Adig bilang, dalam konteks revitalisasi PG, berbagai permasalahan mendasar tentu harus dicarika solusi konkret agar baik petani maupun PG tidak merugi. Salah satunya adalah dengan meningkatkan produktivitas.
Persaingan di pasar global
Komitmen tersebut merupakan tindak lanjut kajian untuk menggabungkan atau algamasi sejumlah PG di Jawa Timur, awal pekan lalu. PTPN XI terus mengukur efektivitas produksi untuk mengetahui untung tidaknya penggabungan ini. Bagi PTPN XI, tidak mudah menggabungkan PG karena harus mempertimbangkan ekonomi, finansial, dan dampak sosial yang ditimbulkan.
Selama ini keberadaan PG menjadi sentral ekonomi bagi komunitas lokal yang selama ini memanfaatkan multiplier effect PG. "PTPN XI berharap ada dukungan lahan dari pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat sekitar kalau ingin PG tetap dipertahankan keberadaan dan keberlanjutan operasinya," terang Adig.
Adig menjelaskan, keberadaan PG di Indonesia tidak lepas dari keberadaan PG yang ada di negara lain. Maklum, gula merupakan komoditi yang diperdagangan di dunia internasional dan menjadi komoditi yang diincar oleh banyak negara. Dus, harga gula, suplai dan kebutuhan gula di pasar domestik bertali-temali dengan pasar internasional.
"Apalagi pada era liberalisasi perdagangan sekarang, PG tidak hanya bersaing dengan sesama produsen di dalam negeri, namun juga yang ada di luar negeri," ungkap Adig.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News