Reporter: Amalia Fitri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten konstruksi berpelat merah, PT Adhi Karya Tbk (ADHI, anggota indeks Kompas100) menilai tingkat kemampuan perseroan dalam membayar hutang (solvabilitas) masih berada di level aman dan jauh di bawah covenant 3,5 dengan DER 1,7.
Sebagai informasi, per semester I 2019, ADHI tercatat memiliki utang jangka pendek total Rp 5,03 triliun dalam satu tahun ke depan. Utang jangka pendek ini terdiri dari utang obligasi sebesar Rp 749,91 miliar dan utang bank dan lembaga keuangan lainnya Rp 4,28 triliun.
Baca Juga: Surya Toto Indonesia (TOTO) akan bagi dividen interim, simak jadwalnya
Utang obligasi jatuh tempo tersebut berasal dari penerbitan obligasi berkelanjutan I ADHI Tahap I 2012 seri B dengan bunga tetap 9,8% dengan jangka waktu 7 tahun dan Obligasi Berkelanjutan I ADHI Tahap II 2013 seri B dengan suku bunga tetap sebesar 8,5% dengan jangka waktu 7 tahun.
Kedua seri tersebut akan jatuh tempo dalam satu tahun ke depan. Obligasi Tahap I seri B akan jatuh tempo pada 3 Juli 2019 dan Tahap II Seri B akan jatuh tempo pada 15 Maret 2020.
"Hutang jatuh tempo ADHI di tahun 2020 sebesar Rp 1,2 triliun merupakan Obligasi Berkelanjutan I ADHI Tahap II Seri B. Ini diterbitkan pada tahun 2013 oleh MTN Anak Perusahaan," jelas Noegroho Parwanto, Corporate Secretary ADHI kepada Kontan, Senin (11/11).
Untuk tahun depan, menurut Noegroho, perseroan juga akan kembali menerbitkan obligasi yang salah satu penggunaannya adalah untuk melakukan refinancing.
Baca Juga: MD Pictures dapat restu untuk berinvestasi Rp 20 miliar di Barakuda Film Galeri
Pihaknya melanjutkan, target capaian kontrak baru perseroan tahun ini direvisi karena proses tender dan pembangunan proyek banyak yang mundur. Awal tahun, ADHI mencanangkan target kontrak baru senilai Rp30 triliun. Namun hingga September 2019, perolehan kontrak baru tercatat senilai Rp7,6 triliun.
Berdasarkan catatan Kontan, kontribusi nilai kontrak tersebut berasal dari Gedung Kampus Institut Teknologi dan Kesehatan Jakarta senilai Rp136 miliar dan Gedung Apartemen Grand Central Bogor senilai Rp250 miliar.
Proyek infrastruktur, seperti pembuatan bendungan, bandara, jalan kereta api, dan proyek-proyek EPC menempati porsi sebesar 22,3%. Sementara proyek pembangunan gedung mendominasi sebesar 73,8%. Adapun proyek pembangunan jalan dan jembatan berkontribusi sebesar 3,9%.
Baca Juga: Lunasi utang dan bangun proyek, PTPP menerbitkan obligasi Rp 1,25 triliun
Noegroho menjelaskan, perseroan juga telah menerima total pembayaran proyek LRT Jabodebek fase I sekitar Rp 8,3 triliun dari PT Kereta Api Persero (KAI), sampai dengan Oktober 2019.
Pihaknya berharap, dari pencairan dana proyek yang sedang berjalan, dapat mendorong performa kas operasional menjadi positif pada akhir tahun. Berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2019, kas operasi ADHI tercatat negatif sebesar Rp3,08 triliun.
Perolehan tersebut lebih tinggi 47,36% dibandingkan dengan arus kas operasi periode yang sama tahun lalu senilai Rp2,09 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News