Reporter: Leni Wandira | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) menggelar Forum Dialogue bertema “Penguatan Water–Energy–Food (WEF) Nexus untuk Mendukung Ketahanan Pangan yang Berkelanjutan” di Jakarta, Selasa (26/11/2025).
Acara ini mempertemukan pembuat kebijakan, akademisi, pelaku usaha, organisasi internasional, serta pemangku kepentingan dari dalam dan luar negeri untuk merumuskan strategi integrasi air–energi–pangan sebagai fondasi ketahanan pangan nasional. Inisiatif ini sejalan dengan agenda Asta Cita Presiden RI serta prioritas pembangunan nasional dalam RPJMN 2025–2029.
Forum berlangsung di tengah meningkatnya kebutuhan pangan bergizi dan tuntutan energi terjangkau, sementara ketersediaan air bersih terus tertekan oleh urbanisasi, perubahan iklim, dan degradasi lingkungan. Pendekatan WEF Nexus dinilai semakin relevan sebagai strategi menyatukan kebijakan, implementasi pembangunan, dan kolaborasi lintas sektor.
Dalam sambutan pembuka, Pendiri PYC sekaligus Menteri ESDM RI periode 2000–2009, Prof. Purnomo Yusgiantoro, menegaskan pentingnya integrasi pengelolaan sumber daya untuk memastikan ketahanan pangan.
“Pangan, air, dan energi adalah tiga pilar yang saling bergantung. Tanpa air yang dikelola dengan baik, tidak ada produksi pangan. Tanpa energi yang efisien, kita tidak dapat mendistribusikan pangan secara merata. Pendekatan WEF Nexus harus menjadi fondasi kebijakan nasional jika kita ingin mewujudkan ketahanan pangan yang berdaulat dan berkelanjutan," ujarnya di Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Baca Juga: Danareksa Perkuat Komitmen Keberlanjutan
Forum menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Pangan RI, Dr. (HC) Zulkifli Hasan, sebagai pembicara utama. Ia menekankan arah kebijakan pemerintah dalam memperkuat kemandirian pangan melalui industrialisasi pertanian, peningkatan kapasitas daerah, serta percepatan investasi strategis.
Pidato Pembuka disampaikan Retno L.P. Marsudi, Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Urusan Air, yang menyoroti urgensi diplomasi air dan sinergi global untuk pengelolaan sumber daya lintas batas.
Menurutnya, kondisi sumber daya air dunia saat ini tidak baik-baik saja. Krisis air semakin mengkhawatirkan, bahkan mengancam sektor pertanian yang menjadi penyedia pangan dunia.
“2,2 miliar orang di dunia hidup tanpa pelayanan air minum yang dikelola dengan aman. Satu dari empat orang di dunia tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman,” ujar Retno
Ia menambahkan, sebanyak 3,5 miliar orang masih kekurangan sanitasi yang aman, sementara 702 juta lainnya tinggal di negara dengan tingkat stres air tinggi atau kritis. Menurutnya, krisis ini juga mengancam sektor pertanian yang menjadi tumpuan penyediaan pangan dunia.
“Sekitar 3,2 miliar orang (di dunia) tinggal di kawasan pertanian yang menghadapi kekurangan air tinggi atau sangat tinggi,” kata Retno.
Tanpa perbaikan signifikan, ketahanan pangan akan terus rapuh. Retno mengatakan dari seluruh air di bumi, hanya 0,5% yang merupakan air tawar yang dapat digunakan secara berkelanjutan. Di sisi lain, kebijakan yang dibangun secara sektor demi sektor (silo) membuat persoalan semakin kompleks.
Sesi panel menghadirkan sejumlah tokoh nasional dan internasional, antara lain Prof. Dr. Laode Masihu Kamaluddin, M.Sc., M.Eng., Dr. Teguh Sambodo selaku Deputi Pangan, SDA, dan Lingkungan Hidup Bappenas, serta Prof. Bayu Krisnamurthi dari IPB University.
Para panelis membahas penguatan tata kelola sumber daya air, energi, dan pangan melalui pendekatan terintegrasi, sekaligus menyoroti implikasi perubahan iklim, dinamika geoekonomi, serta kebutuhan reformasi rantai pasok agribisnis untuk memperkuat daya saing dan ketahanan pangan nasional.
Diskusi panel merumuskan berbagai perspektif strategis, mulai dari diplomasi air global, pelestarian lingkungan, pemberdayaan komunitas lokal, hingga penguatan kerja sama pentahelix.
Baca Juga: Cemindo Gemilang (CMNT) Dorong Inovasi lewat Pemberdayaan SDM & Program Keberlanjutan
Panel juga menyoroti dinamika geoekonomi terhadap sumber daya strategis serta reformasi rantai pasok pangan dan transformasi agribisnis guna meningkatkan daya saing serta memperkuat keadilan bagi petani.
Ketua Umum PYC, Dr. Filda C. Yusgiantoro, menutup dialog dengan penegasan bahwa pendekatan WEF Nexus harus diterjemahkan ke dalam kebijakan nyata lintas sektor.
“WEF Nexus bukan sekadar konsep, tetapi strategi untuk memastikan rakyat Indonesia mendapatkan pangan bergizi, energi terjangkau, dan akses air yang adil. Sinergi lintas sektor perlu diperkuat agar kebijakan tidak hanya berhenti pada komitmen, tetapi benar-benar terimplementasi dalam program pembangunan nasional dan daerah.”
Ia menambahkan, forum ini menjadi pijakan menuju International Food Security Conference (IFSC) 2026, yang diharapkan memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat dialog regional dan global dalam membangun sistem pangan yang berkelanjutan, adil, dan tangguh terhadap perubahan iklim serta risiko geopolitik.
Selanjutnya: Harga Minyak Stabil Setelah Melorot Tajam Imbas Ekspektasi Pasokan yang Lebih Tinggi
Menarik Dibaca: 4 Tanda Harus Ganti Bra, Perhatikan Cup hingga Kawat Bra
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













