Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya harga batubara di sepanjang tahun lalu memberikan berkah keuntungan yang melimpah bagi perusahaan pertambangan. Keperkasaan harga emas hitam ini nyatanya masih berlanjut di tahun ini. Demi memanfaatkan momentum ini, sejumlah perusahaan tambang membidik kenaikan produksi di 2023.
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mencatatkan keuntungan bersih melesat 167,07% secara tahunan atau year on year (yoy) pada 2022 menjadi US$ 2,49 miliar dari sebelumnya senilai US$ 933,49 juta di 2021.
Cuan yang diperoleh perusahaan tambang ini ditopang naiknya pendapatan usaha hingga 103% yoy menjadi US$ 8,10 miliar.
Presiden Direktur dan CEO Adaro Energy, Garibaldi Thohir, menyatakan Adaro sukses mencatat rekor kinerja tertinggi dalam tahun yang mengejutkan untuk industri ini. Pendapatan naik lebih dua kali lipat menjadi US$ 8,1 miliar berkat operasi yang baik dan efisien, serta dukungan dari kenaikan harga jual.
Baca Juga: Menjaring Cuan dari Kinerja Apik Indeks LQ45, Cermati Saham Bluechip Pilihan Analis
“Kinerja ADRO ditopang oleh tingginya harga batubara,” jelasnya dalam keterangan resmi, Kamis (2/3).
Selain karena harganya yang tinggi, realisasi produksi batubara ADRO di tahun lalu juga melebihi dari rentang target yang dibidik.
Pada tahun 2022, ADRO pun mencatatkan produksi batubara sebesar 62,88 juta ton atau di atas target yang ditetapkan pada rentang 58 juta ton- 60 juta ton. Angka itu setara dengan kenaikan 19% dari 52,70 juta ton pada tahun 2021.
Pada tahun 2023 ini, ADRO membidik volume penjualan batubara sebesar 62 juta ton hingga 64 juta ton. Perinciannya, 58 juta ton-60 juta ton batubara termal dan 3,8 juta ton-4,3 juta ton batubara metalurgi dari PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR).
Volume produksi dan penjualan ADMR akan terus tumbuh karena permintaan yang kuat untuk batu bara metalurgi. Pada 2022 ADMR menjalankan operasi penambangan dari konsesi Maruwai.
Batubara kokas keras Lampunut dari Maruwai memiliki karakteristik batubara kokas yang kuat, mendapat peringkat 9 untuk crucible swelling number (CSN) pada skala 1-9.
Batubara Lampunut juga memiliki kandungan abu sangat rendah dan vitrinit tinggi, sehingga menjadi produk batubara metalurgi unik yang cocok sebagai bahan pencampuran (blending). Dengan karakteristik ini, batubara Lampunut memiliki keunggulan saing dibandingkan batubara kokas dari negara lainnya.
Baca Juga: BUMI Akan Private Placement Lagi, Simak Prospek Kinerja dan Rekomendasi Sahamnya
Pada tahun lalu produksi batubara ADMR mencapai 3,37 juta ton atau naik 47% yoy dari sebelumnya 2,30 juta ton di 2021. Adapun penjualan batubaranya tumbuh 39% yoy menjadi 3,20 juta ton dari sebelumnya 230 juta ton di 2021.
Adapun volume dari Balangan Coal Companies dan PT Mustika Indah Permai juga diperkirakan akan meningkat.
Emiten tambang batubara lainnya PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) juga menargetkan volume produksi dan penjualan batubara tumbuh di tahun ini.
ITMG mencanangkan volume produksi mencapai 16,6 juta ton hingga 17 juta ton di tahun ini. Pada 2022 pihaknya mencatatkan realisasi produksi sebesar 16,6 juta ton. Artinya, akan terjadi kenaikan volume produksi batubara sekitar 2,4% yoy.
Tidak hanya itu, ITMG juga membidik volume penjualan di tahun ini mencapai 21,5 juta ton hingga 22,2 juta ton. Target ini lebih tinggi dibandingkan realisasi volume penjualan 2022 sebesar 18,9 juta ton.
Direktur Utama ITMG, Mulianto menjelaskan, target penjualan tahun ini sebanyak 20% harga jualnya telah ditetapkan, 45% mengacu pada indeks harga batubara, dan sisanya 35% belum terjual.
Baca Juga: Setelah Rekor Laba 2022, Adaro Energy (ADRO) Siapkan Strategi Menjaga Kinerja
Demi meningkatkan kinerja di tahun yang akan datang, Indo Tambangraya sedang mengeksplorasi aset tambanganya.
“Kami akan mengembangkan lahan tambang baru dan memperhatikan peluang yang ada pada mineral lainnya,” jelasnya dalam keterangan resmi, Rabu (1/3).
ITMG juga akan melakukan ekspansi pembelian batubara yang bersumber dari pihak ketiga. Strategi ini dilakukan untuk meningkatkan nilai perdagangan dan pencampuran batubara.
Di sepanjang tahun lalu, produsen batubara ini mencatatkan kenaikan penjualan hingga 75% yoy menjadi US$ 3,63 miliar. Penjualan yang tinggi ini ditopang kenaikan ASP batu bara yang mencapai US$ 192 per ton atau naik 86% dari 2021 yang sebesar US$ 103 per ton.
Seirama dengan naiknya ASP, Perusahaan mencatatkan lonjakan laba bersih sekitar 99,74% yoy menjadi US$ 1,2 miliar dari yang sebelumnya hanya US$ 475,57 juta di 2021.
Meski harga batubara masih kuat, PT Indika Energy Tbk (INDY) justru lebih fokus pada hal lain yang bisa dikontrolnya.
Head of Corporate Communications Indika Energy, Ricky Fernando menyatakan di tahun ini pihaknya akan lebih fokus pada hal-hal yang dapat dikontrol termasuk efisiensi biaya dan efektivitas kinerja untuk memastikan pencapaian target.
“Target produksi kami tahun ini adalah 32,8 juta ton – di mana 31 juta ton dari Kideco dan 1,8 juta ton dari Multi Tambangjaya Utama (MUTU),” jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (5/3).
Melansir catatan Kontan.co.id sebelumnya, Indika Energy mematok volume produksi batubara di 2022 sebesar 34 juta ton. Artinya, jika dibandingkan dengan target di 2023 ada penurunan volume produksi batubara sebesar 3,52% secara tahunan.
Strategi bisnis yang dijalankan INDY di sepanjang tahun ini meliputi menjaga tingkat produksi agar sesuai target, memastikan efisiensi biaya, optimalisasi belanja modal, dan menjaga kas perusahaan.
Saat ini Indika menjual batubaranya ke sejumlah negara yakni China, negara-negara Asia Tenggara, India, Korea Selatan, dan Jepang.
Baca Juga: IHSG Tertekan 0,63% ke Level 6 .813 Dalam Sepekan, Cermati Sentimennya
Melansir laporan keuangannya, Indika Energy telah meraup keuntungan berlipat ganda di 2022. Sampai dengan September 2022 seiring dengan naiknya pendapatan hingga 57,2% yoy menjadi US$ 3,13 miliar, INDY mencatatkan laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 338,4 juta dibandingkan dengan rugi sebesar US$ 6,0 juta pada akhir September 2021.
Indika Energy mencatatkan laba Inti sebesar US$ 398,6 juta hingga kuartal III 2022 atau meningkat 373,4% dibandingkan Laba Inti sebesar US$ 84,2 juta pada periode yang sama di 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News