Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut dengan beroperasinya Refinery Development Master Plan (RDMP) di Kilang Balikpapan, maka tahun depan Indonesia akan mengalami surplus solar.
Hal ini diungkap Bahlil di hadapan Presiden Prabowo Subianto dan anggota kabinet lainnya saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).
"Saya juga melaporkan tentang tahun depan, Bapak Presiden, dengan beroperasinya RDMP Balikpapan menambah kurang lebih sekitar 100.000 lebih barel per day untuk solar. Maka kita bisa juga umumkan sekalipun belum kita dorong ke (Biodiesel) B50, itu kita sudah surplus untuk solar," jelas Bahlil.
Sebagai gambaran, sebelumnya, Pjs. Corporate Secretary Kilang Pertamina Internasional (KPI) Milla Suciyani sempat mengatakan unit RFCC baru di Kilang Balikpapan ditargetkan dapat mulai beroperasi pada akhir tahun ini. Dengan kapasitas pengolahan hingga 90.000 barel per hari (bph).
Baca Juga: Pasca Banjir Sumatera, Bahlil Ungkap Ribuan Desa Masih Belum Teraliri Listrik
RDMP Balikpapan juga akan meningkatkan kapasitas produksi solar secara signifikan, dari sebelumnya sekitar 125 ribu barel per hari (bph) menjadi sekitar 156 ribu bph, atau total produksi BBM mencapai 339 ribu bph, yang membuat Indonesia berpotensi surplus solar dan tidak lagi impor mulai 2026.
Potensi Kelebihan Solar untuk Dikonversi ke Avtur
Di sisi lain, Bahlil bilang pihaknya sedang mempertimbangkan kelebihan solar untuk dikonversi menjadi avtur atau Aviation Turbine Fuel, yaitu bahan bakar pesawat terbang khusus untuk mesin turbin gas (jet engine).
"Kita lagi berpikir, kalau memang kita mau dorong ke B50, maka jumlah solar yang surplus kurang lebih sekitar 4 juta ton itu kita akan konversi untuk membuat produk avtur," kata dia.
Baca Juga: Bahlil: Keputusan Investasi Kilang Tuban Ditargetkan Rampung Bulan Ini
Jika target ini terlaksana, maka tahun depan, Indonesia tidak lagi mengimpor solar dan kelebihan solar akan digunakan untuk avtur di dalam negeri.
Meski begitu, masalah impor bahan bakar jenis bensin masih belum bisa terpecahkan. Dalam targetnya, Bahlil bilang akan tetap menjalankan target pencampuran 10% etanol (E10) pada Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia, yang akan berlaku tahun 2027 mendatang.
"Sementara untuk bensin, kita masih tetap impor. Dan karena itu kami menyarankan agar program etanol itu bisa kita jalankan dan bisa kita produksi 2027," kata dia.
Selanjutnya: Negara Mana yang Paling Banyak Minum Wine? Ini Jumlah Konsumsi Per Orang
Menarik Dibaca: Penjualan Tiket Kereta untuk Nataru Capai 1,44 Juta, 41% dari Kapasitas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













