kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.919   11,00   0,07%
  • IDX 7.206   64,80   0,91%
  • KOMPAS100 1.107   11,94   1,09%
  • LQ45 879   12,35   1,43%
  • ISSI 221   0,71   0,32%
  • IDX30 449   6,58   1,49%
  • IDXHIDIV20 540   5,75   1,08%
  • IDX80 127   1,49   1,19%
  • IDXV30 134   0,41   0,31%
  • IDXQ30 149   1,74   1,18%

ReforMiner: Industri Migas Tetap Jadi Pilar Utama Ketahanan Energi hingga 2050


Selasa, 12 November 2024 / 22:24 WIB
ReforMiner: Industri Migas Tetap Jadi Pilar Utama Ketahanan Energi hingga 2050
ILUSTRASI. Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri minyak dan gas bumi (migas) diproyeksikan tetap menjadi tulang punggung ketahanan energi Indonesia hingga tahun 2050.

Menurut Rencana Umum Energi Nasional kontribusi migas dalam bauran energi nasional diperkirakan mencapai 34-44%, meskipun persentase tersebut akan menurun seiring dengan upaya pengembangan energi terbarukan.

Kebutuhan energi fosil diprediksi akan terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi.

"Saat ini, kebutuhan bahan bakar minyak mencapai 1,6 juta barel per hari, dan pada 2050 diperkirakan mencapai 4 juta barel per hari," ungkap Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, dalam acara "Ngobrol Migas Bersama ReforMiner", Selasa (12/11).

Baca Juga: Genjot Produksi Minyak, Pertamina Hulu Rokan (PHR) Optimalkan Transformasi Digital

Menurut Komaidi, meskipun energi terbarukan semakin berkembang, peran migas masih sangat penting dalam mendukung kebutuhan energi domestik. Sektor migas juga menjadi komponen kunci dalam perekonomian nasional.

Namun, ketergantungan Indonesia terhadap impor migas menimbulkan tantangan yang perlu segera diatasi. Tahun ini, kebutuhan devisa untuk impor migas mencapai Rp380,4 triliun.

Untuk mengurangi ketergantungan ini, Indonesia harus memaksimalkan produksi migas dalam negeri melalui eksplorasi dan peningkatan kapasitas lapangan yang ada.

Komaidi menjelaskan bahwa investasi di sektor migas memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Investasi di sektor hulu migas tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menggerakkan sektor-sektor pendukung seperti manufaktur, jasa, dan transportasi.

Baca Juga: Target Penerimaan Pajak 2024 Diperkirakan Tak Tercapai, Sektor Migas Jadi Penentu

"Setiap dolar yang diinvestasikan di sektor ini memberikan multiplier effect bagi perekonomian," katanya.

Pentingnya teknologi dalam meningkatkan efisiensi sektor migas juga menjadi sorotan. Inovasi seperti penggunaan data geofisika dan geologi dapat membantu optimasi eksplorasi dan produksi.

Selain itu, teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) mulai diterapkan untuk mengurangi emisi karbon dari sektor ini.

"Dengan teknologi ini, sektor migas dapat berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca, sehingga tercipta keseimbangan antara kebutuhan energi dan keberlanjutan lingkungan," ujarnya.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung perkembangan industri migas, antara lain melalui insentif fiskal, penyederhanaan perizinan, dan perlindungan investasi. Kolaborasi dengan pihak swasta dalam proyek-proyek strategis migas juga diperkuat.

"Langkah ini diharapkan mempercepat produksi dan optimalisasi cadangan migas nasional," tambah Komaidi.

Baca Juga: Tekan Impor Migas, Kementerian ESDM Dorong Pengembangan Bahan Bakar Nabati

Cadangan minyak Indonesia saat ini tercatat sekitar 4,7 miliar barel, sementara cadangan gas bumi mencapai 55,76 triliun kaki kubik.

Pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi melalui eksplorasi baru dan pengembangan lapangan migas yang sudah ada.

Sejak 2018, tingkat pemulihan cadangan minyak dan gas (Reserve Replacement Ratio/RRR) berhasil dipertahankan di atas 100%, menandakan bahwa potensi migas nasional masih bisa dioptimalkan.

Beberapa proyek strategis seperti Abadi Masela dan Indonesia Deepwater Development (IDD) mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Investasi proyek Abadi Masela diperkirakan mencapai US$20,9 miliar dan memiliki komponen ramah lingkungan melalui teknologi CCS.

"Dukungan pada proyek strategis ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam pengembangan sektor migas dan peningkatan cadangan energi nasional," katanya.

Komaidi juga menyoroti tantangan biaya eksplorasi dan produksi yang tinggi, serta kurangnya infrastruktur dan teknologi di beberapa wilayah.

Baca Juga: Defisit APBN Makin Melebar, Ekonom Ungkap Penyebanya

Untuk itu, dibutuhkan kerjasama dengan investor asing serta pengembangan teknologi lokal yang mumpuni.

"Sektor migas memerlukan regulasi yang mendukung agar produksi dapat ditingkatkan secara berkelanjutan," jelasnya.

Meski penggunaan energi terbarukan meningkat, Komaidi optimistis bahwa industri migas masih memiliki masa depan cerah.

Dengan inovasi dan adaptasi terhadap perubahan pasar serta regulasi global, sektor ini akan terus berkontribusi pada ketahanan energi dan perekonomian Indonesia.

Selanjutnya: Motor Tetap Sehat di Hari Pahlawan, Ada Diskon 15% dari AHASS Jakarta - Tangerang

Menarik Dibaca: Muncul Selulit dan 3 Tanda Utama Wajah Kekurangan Kolagen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×