kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.608.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.175   100,00   0,61%
  • IDX 7.166   -66,59   -0,92%
  • KOMPAS100 1.055   -9,60   -0,90%
  • LQ45 831   -12,11   -1,44%
  • ISSI 214   0,13   0,06%
  • IDX30 427   -6,80   -1,57%
  • IDXHIDIV20 512   -6,51   -1,26%
  • IDX80 120   -1,15   -0,95%
  • IDXV30 123   -0,75   -0,60%
  • IDXQ30 140   -2,07   -1,45%

Rencana Kenaikan Royalti Nikel hingga 15% Picu Kekhawatiran Pengusaha Tambang


Jumat, 24 Januari 2025 / 16:02 WIB
Rencana Kenaikan Royalti Nikel hingga 15% Picu Kekhawatiran Pengusaha Tambang
ILUSTRASI. Wacana kenaikan royalti nikel dari 10% menjadi 15% memicu kekhawatiran di kalangan pengusaha tambang nikel


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana kenaikan royalti nikel dari 10% menjadi 15% memicu kekhawatiran di kalangan pengusaha tambang nikel. Pasalnya, wacana kenaikan royalti nikel bakal menambah beban pengusaha tambang nikel seperti PPN 12% dan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menyoroti kenaikan ini akan semakin memberatkan industri tambang yang sudah menghadapi berbagai tekanan biaya.

“Kemarin kami dapat isu lagi, royalti yang tadi saya sebut 10% akan naik menjadi 15%. Tapi coba lihat, biaya produksi sudah bertambah, harga makin turun. Harga di London Metal Exchange (LME) untuk nikel terus mengalami penurunan sejak awal tahun lalu," kata Meidy dalam rapat pleno RDPU di DPR, Rabu (22/1).

Baca Juga: Batal Pemangkasan Produksi, Industri Nikel Hadapi Oversupplay dan Penurunan Harga

Lebih lanjut, Meidy menuturkan beberapa perusahaan tambang yang sudah mendapatkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bahkan memilih tidak memproduksi. "Kenapa? Karena biaya produksi naik, sementara penjualannya makin turun,” sambungnya.

Selain isu kenaikan royalti, Meidy juga menyoroti sejumlah kebijakan lain yang turut menambah beban industri tambang.

“Sebenarnya ini kami lagi tertimpa gundah-gulana. Kenapa? Di awal tahun kami dibuka dengan PPN 12% yang sangat berdampak kepada pertambangan. Kenapa alat berat itu masuk dalam barang mewah yang akhirnya harga alat berat itu sudah naik. Minggu kedua di Januari kami terdampak lagi dengan kebijakan B40, mau enggak mau biaya produksi bertambah. Di minggu ketiga, barusan ini kami ditambah lagi dengan kewajiban devisa hasil ekspor (DHE) 100% satu tahun. Cost-nya makin bertambah,” ungkapnya.

Secara terpisah, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung membantah adanya rencana kenaikan royalti. “Kayaknya tidak ada kenaikan,” ujarnya singkat di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (24/1).

Di sisi lain, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq mengaku belum mendapat informasi lebih lanjut terkait wacana tersebut.

Baca Juga: Pemerintah Klaim Kebijakan DHE SDA Tidak Akan Menghambat Operasional Perusahaan

“Saya belum dapat infonya karena enggak di saya kebetulan. Saya jadi nggak ikut pembahasannya, jadi belum tahu saya,” ujar Julian saat ditemui di Kompleks DPR RI, Kamis (23/1).

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai berbagai kebijakan ini sangat berdampak pada industri tambang nikel.

“Beban semakin berat setelah kenaikan PPN, kebijakan DHE SDA, dan isu kenaikan royalti. Dampaknya bisa berupa penurunan aktivitas operasi maupun penurunan investasi,” ujar Bisman kepada Kontan, Jumat (24/1).

Bisman menambahkan, meskipun kebijakan tersebut juga memengaruhi investasi di sektor smelter nikel, dampaknya tidak akan terlalu signifikan.

“Karena jumlah smelter nikel sudah sangat banyak, pengaruhnya tidak akan terlalu langsung terasa di sektor ini,” tutupnya.

Selanjutnya: Tim Transisi Pramono-Karno Bakal Pangkas Anggaran Konsumsi Pemprov Jakarta

Menarik Dibaca: Creditbility Jenius Bantu Peminjam Jaga Reputasi Baik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×