Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik nasional sebesar 69,5 gigawatt (GW) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Sebanyak 42,6 GW atau 61% dialokasikan untuk pembangkit EBT.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah mendorong energi terbarukan sebagai transisi energi.
"Kita membutuhkan 69,5 GW yang mulai dari tahun 2025 sampai dengan 2034," kata Bahlil dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian ESDM, Senin (26/5).
Berdasarkan pemaparannya, secara rinci dari total target penambahan kapasitas listrik sebanyak 69,5 GW, sebanyak 42,6 GW atau 61% dialokasikan untuk pembangkit EBT. Sementara itu, pembangkit berbasis fosil menyumbang 16,6 GW (24%) dan sistem penyimpanan energi (storage) sebesar 10,3 GW (15%).
Baca Juga: Pemerintah Target Tambah Kapasitas Pembangkit Listrik 69,5 GW dalam RUPTL 2025–2034
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, RUPTL masih mendorong pembangunan pembangkit batubara 6,3 GW dan gas 10,3 GW, setara 24% dari total tambahan kapasitas pembangkit.
"Investor maupun pendanaan di sektor energi terbarukan dan pembangunan transmisi akan bingung dengan RUPTL, karena pemerintah tidak memiliki rencana yang ambisius dalam transisi energi," kata Bhima kepada Kontan, Senin (26/5).
Bhima menjelaskan, jika investor mau membangun industri komponen lokal panel surya dan baterai, ternyata arah pemerintah masih berkutat di instalasi batubara dan teknologi yang mahal. Padahal, RUPTL merupakan dokumen resmi negara yang kerap jadi referensi investor dalam pengambilan keputusan investasi.
Baca Juga: Peluang Investasi Pembangkit dalam RUPTL 2025-2034 Tembus Rp 2.967 Triliun
"Ada ketidakpastian dari sisi investasi yang membuat daya saing Indonesia tertinggal," jelas Bhima.
Bhima menambahkan, RUPTL baru ini justru berisiko menjadi batu sandungan bagi penciptaan lapangan kerja dan motor pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan dalam beberapa tahun ke depan.
"Apa RUPTL ini menjawab target pertumbuhan 8%? Saya rasa tidak sama sekali. Tidak ada cara lain, pemerintah harus segera melakukan revisi RUPTL dengan menghapus rencana pembangunan pembangkit fosil," tandasnya.
Selanjutnya: IHSG Ditutup Dengan Penurunan 0,36%, Ini Saham LQ45 yang Paling Melemah (26/5)
Menarik Dibaca: IHSG Ditutup Dengan Penurunan 0,36%, Ini Saham LQ45 yang Paling Melemah (26/5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News