kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   4.000   0,21%
  • USD/IDR 16.275   35,00   0,22%
  • IDX 7.199   10,61   0,15%
  • KOMPAS100 1.051   2,03   0,19%
  • LQ45 818   1,46   0,18%
  • ISSI 226   0,79   0,35%
  • IDX30 428   0,31   0,07%
  • IDXHIDIV20 508   3,38   0,67%
  • IDX80 118   0,22   0,19%
  • IDXV30 121   1,20   1,00%
  • IDXQ30 140   0,04   0,03%

Peluang Investasi Pembangkit dalam RUPTL 2025-2034 Tembus Rp 2.967 Triliun


Senin, 26 Mei 2025 / 16:24 WIB
Peluang Investasi Pembangkit dalam RUPTL 2025-2034 Tembus Rp 2.967 Triliun
ILUSTRASI. Pemerintah memperkirakan pelaksanaan RUPTL 2025–2034 buka peluang investasi Rp 2.967 triliun dengan Rp 2.133 triliun untuk sektor pembangkitan


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memperkirakan pelaksanaan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 akan membuka peluang investasi hingga Rp 2.967 triliun, dengan sekitar Rp 2.133 triliun di antaranya untuk sektor pembangkitan, di mana 73% ditujukan bagi partisipasi swasta atau independent power producer (IPP).

"Peluang investasi dari 2024-20234 sebesar Rp 2.967,4 triliun," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian ESDM, Senin (26/5).

Adapun, investasi yang dialokasikan untuk IPP mencapai Rp 1.566,1 triliun. Perinciannya, investasi untuk pembangkit energi baru terbarukan (EBT) senilai Rp 1.341,8 triliun dan non-EBT Rp 224,3 triliun.

Sementara itu, investasi yang dialokasikan untuk PLN mencapai Rp 567,6 triliun. Perinciannya, investasi untuk pembangkit EBT sebesar Rp 340,6 triliun dan non-EBT Rp 227 triliun.

Selain itu, kata Bahlil, pelaksanaan RUPTL ini diperkirakan menyerap lebih dari 1,7 juta tenaga kerja dari sektor konstruksi, manufaktur, hingga operasi dan pemeliharaan pembangkit dan jaringan listrik.

Baca Juga: Reforestasi Mangrove di PLTU Jawa 7 Sudah 19 Ha, PT SGPJB Terapkan Green Development

Sementara itu, 881.132 tenaga kerja mencakup kebutuhan industri manufaktur, konstruksi, operasi dan pemeliharaan untuk transmisi, dan gardu induk serta distribusi.

Adapun, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik nasional sebesar 69,5 gigawatt (GW) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Sebanyak 42,6 GW atau 61% dialokasikan untuk pembangkit EBT.

Berdasarkan pemaparannya, secara rinci dari total target penambahan kapasitas listrik sebanyak 69,5 GW, sebanyak 42,6 GW atau 61% dialokasikan untuk pembangkit EBT. Sementara itu, pembangkit berbasis fosil menyumbang 16,6 GW (24%) dan sistem penyimpanan energi (storage) sebesar 10,3 GW (15%).

Lebih detail, pemerintah menargetkan bauran kapasitas EBT yang signifikan, termasuk PLTS sebesar 17,1 GW, PLTA 11,7 GW, PLTB 7,2 GW, PLTP 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan pembangkit nuklir sebesar 0,5 GW. Dari sisi penyimpanan, akan dibangun pumped storage 4,3 GW dan baterai 6 GW.

Adapun, Penambahan kapasitas pembangkit ini akan dilaksanakan dalam dua fase: 27,9 GW pada periode 2025–2029 dan 41,6 GW pada periode 2030–2034. Dalam lima tahun pertama, proporsi pembangkit EBT dan fosil hampir seimbang. Namun pada lima tahun kedua, dominasi EBT semakin kuat dengan porsi 73% dari total penambahan kapasitas.

"Jadi ini harus berkelanjutan, harus dua periode," jelas Bahlil.

Baca Juga: PT Berkat Cawan Energi Gelar Sosialisasi Proyek PLTA di Jawa Barat

Secara regional, penambahan pembangkit tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Jawa-Madura-Bali menjadi wilayah dengan penambahan kapasitas terbesar, yakni 33,5 GW. Di susul Sumatra 15,1 GW, Sulawesi 10,4 GW, Kalimantan 5,8 GW, serta Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara sebesar 4,7 GW.

Selanjutnya: Manuver TikTok Alihkan Penjual Tokopedia Dinilai Bisa Ubah Peta E-Commerce RI

Menarik Dibaca: Promo Sociolla Payday Periode 23 Mei-1 Juni 2025, Toner-Hair Oil Diskon hingga 60%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×