Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi aturan wajib parkir Devisa Hasil Ekspor (DHE) menambah beban eksportir. Pemerintah tengah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang bakal terbit akhir Januari 2025.
Ketentuan yang berlaku saat ini mewajibkan eksportir sumber daya alam (SDA) menempatkan 30% dari dana hasil ekspornya, selama tiga bulan di bank dalam negeri yang melakukan transaksi valas.
Sumber Kontan menyebut, pemerintah akan merevisi ketentuan tentang periode waktu DHE parkir sekaligus besaran DHE yang harus diparkir. Sumber Kontan juga menyebut, ada wacana yang mengharuskan hingga 50% dari DHE untuk ditempatkan di bank dalam negeri selama enam bulan.
Baca Juga: Kinerja Industri Batubara 2024 Terbebani Kewajiban Tarif Royalti, DHE hingga DMO
Menurut sumber yang membisikkan ke Kontan, eksportir diminta menempatkan dana hasil ekspor 6 bulan dari sebelumnya 3 bulan saja. Dus, bank-bank diminta memberikan imbal hasil berkisar 4,48% untuk menampung valas ini.
Angka tersebut termasuk besar jika dibandingkan bank di Singapura yang hanya menawarkan bunga simpanan valas maksimal 3,98%.
Kendati ditawarkan bunga yang termasuk besar, eksportir mengaku aturan wajib parkir DHE selama enam bulan tetap akan menambah beban eksportir.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) atau Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengaku belum pernah dilibatkan oleh pemerintah untuk membahas secara resmi proposal mengenai ketentuan imbal hasil dan jangka waktu penyimpanan DHE.
Menurut Hendra, di tengah tren harga komoditas yang sedang turun (dibandingkan rerata harga pada 2023 atau 2022), bukan hanya eksportir di sektor pertambangan saja yang mengalami tekanan dalam mengelola arus kas tetapi juga eksportir untuk produk sawit, migas, perikanan yang diwajibkan menempatkan DHE mereka di perbankan dalam negeri sesuai dengan PP 36 Tahun 2023.
Baca Juga: Industri Tambang Bersiap Hadapi Tantangan Baru, Menyusul Revisi DHE SDA
"Semua eksportir (mengalami tekanan) bukan saja di sektor pertambangan. Pasti akan mengalami tekanan dalam mengelola arus kas. Kan DHE itu digunakan untuk biaya operasional, termasuk membayar vendor dan hutang-hutang," kata Hendra kepada Kontan, Kamis (2/1).
Ketika ditanya apakah eksportir bakal mau untuk menyimpan DHE ditempatkan di bank-bank dengan imbal hasil 4,48%, Hendra menyebut harus menanyakan ke pelaku usaha eksportir di pertambangan yang jumlahnya banyak.
"Harus tanya ke beberapa pelaku dulu," sambungnya.
Emiten tambang Grup Bakrie dan Salim, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) memilih untuk menunggu regulasi terbaru diterbitkan sebelum memberikan komentar lebih jauh mengenai dampaknya terhadap industri.
Direktur & Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Dileep Srivastava menegaskan pentingnya menunggu kepastian regulasi daripada berspekulasi.
“Biarkan regulasinya diterbitkan terlebih dahulu sebelum kami bisa memberikan komentar. Setiap perusahaan memiliki kebutuhan dan prioritas yang berbeda, yang tentunya akan berdampak berbeda pula pada masing-masing pihak," kata Dileep kepada Kontan, Kamis (2/1).
Di sisi lain, Dileep menekankan bahwa dampak regulasi tersebut, terutama pada modal kerja sektor batubara, masih belum dapat dipastikan.
“Namun, saat ini masih terlalu dini untuk berkomentar tentang tarif, tenor, atau dampak lain yang mungkin berlaku. Jadi, sebaiknya tidak berspekulasi lebih lanjut,” ungkapnya.
Kebijakan penambahan durasi simpanan bagi perusahaan sawit hingga enam bulan diperkirakan akan berdampak pada kenaikan biaya modal kerja.
Baca Juga: Ini Kata Gapki Soal Rencana Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono menyoroti bahwa langkah ini akan meningkatkan cost of funds perusahaan, meski disertai kompensasi bunga simpanan.
“Kalau akan dinaikkan menjadi 6 bulan, artinya cost of funds akan naik lagi, karena perusahaan butuh modal kerja. Walaupun diberikan bunga simpanan, tetapi apabila bunga pinjaman lebih tinggi dari bunga simpanan, tetap saja ada penambahan biaya bunga,” ujar Eddy kepada Kontan, Kamis (2/1).
Eddy menjelaskan, keputusan apakah kebijakan ini menguntungkan atau tidak bergantung pada selisih bunga simpanan dan bunga pinjaman.
"Ini bukan soal menarik atau tidak. Tinggal nanti dilihat berapa selisih antara bunga simpanan dan bunga pinjaman. Tapi yang jelas, ya pasti akan menambah biaya modal kerja," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspemigas), Moshe Rizal mengungkapkan, aturan ini dapat menarik, meskipun tergantung pada strategi dan kebijakan masing-masing Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) atau perusahaan.
“Uang enggak bisa keluar 3 bulan, disimpan di Indonesia. Tapi dengan bunga simpanan yang menarik, bisa saja ini menjadi sesuatu yang bukan masalah besar bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) atau perusahaan,” kata Moshe kepada Kontan, Kamis (2/1).
Moshe menekankan setiap perusahaan migas memiliki kondisi dan kebijakan yang berbeda, sehingga pandangan terhadap kebijakan ini dapat beragam.
Ada perusahaan yang tidak keberatan dengan tambahan durasi simpanan, selama imbal hasil yang ditawarkan cukup menarik.
Namun, ada pula yang menilai kebijakan ini memberatkan karena menurunkan fleksibilitas penggunaan dana.
“Uang tersebut bisa saja digunakan untuk berbagai keperluan, seperti membayar utang di luar negeri, dividen, atau investasi. Dengan adanya aturan ini, fleksibilitas jadi berkurang. Bagi beberapa perusahaan, itu bisa memberatkan,” ungkap Moshe.
Namun, ia juga mencatat sisi positif kebijakan ini, terutama untuk perekonomian nasional.
“Bagi Indonesia, ini bagus untuk mendukung negara, seperti mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah. Jadi uang yang disimpan di dalam negeri itu punya banyak manfaat,” tambahnya.
Selanjutnya: Harga Pangan di Sumatera Barat Kamis (2/1): Harga Ikan Bandeng dan Bawang Merah Naik
Menarik Dibaca: Miss V Sehat Seperti Apa? Ini 4 Tanda Miss V Sehat yang Harus Moms Tahu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News