Sumber: Antara | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 33,1 triliun hingga tahun 2019 untuk membangun perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di berbagai daerah.
"Sesuai RPJMN 2015-2019, pemerintah mengalokasikan Rp 33,1 triliun untuk program perumahan bagi MBR. Namun pada 2015 anggarannya baru tersedia Rp 7,7 triliun," kata Plt Dirjen Penyediaan Perumahan Kemenpupera Syarif Burhanuddin di Jakarta, Kamis (16/4).
Menurut dia, alokasi anggaran tersebut bakal digunakan antara lain untuk pembangunan rumah susun serta pembuatan prasarana, sarana, dan utilitas rumah umum.
Ia juga menyebutkan, sejumlah target perumahan sesuai RPJMN 2015-2019 di antaranya pembangunan rumah swadaya melalui program "bedah rumah" sebanyak 2,2 juta unit.
Selain itu, lanjutnya, pembangunan 550 ribu unit dalam rumah susun, serta 50 ribu rumah khusus di berbagai daerah di Tanah Air.
Syarif mengemukakan, jumlah alokasi hingga Rp33,1 triliun sebenarnya masih belum terlalu memadai karena berdasarkan perhitungannya untuk menangani persoalan sektor perumahan di Indonesia membutuhkan dana hingga lebih dari Rp180 triliun.
Plt Dirjen Penyediaan Perumahan juga menginginkan bantuan pemerintah daerah untuk dapat mendata kebutuhan perumahan di masing-masing daerah agar dapat mempermudah pengalokasian dana tersebut.
Sebelumnya, Indonesia Property Watch menginginkan program Sejuta Rumah yang bakal diluncurkan akhir April 2015 untuk tidak dipaksakan dan dipersiapkan sebaik mungkin agar hasilnya bisa optimal.
"Program Sejuta Rumah yang segera diluncurkan oleh pemerintah seharusnya bisa lebih terkonsep dan mempunyai visi yang jelas serta tidak sekadar menggelontorkan program perumahan," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.
Menurut dia, program tersebut belum memperlihatkan sebuah mekanisme dan sistematika kerja yang terencana dengan baik.
Ia mengapresiasi beberapa program seperti penurunan 5 persen suku bunga FLPP, besaran uang muka 1 persen, dan bantuan uang muka Rp4 juta, namun semua itu dinilai tidak cukup karena hanya memerhatikan sisi permintaan yang bisa membuat daya beli konsumen naik.
"Namun tentunya untuk menghindari mismatch pasar perumahan yang selama ini terjadi maka sisi pasokan harus dipikirkan. Pasalnya biarpun daya beli naik namun bila tanah untuk membangun rumah rakyat tidak ada maka sama saja dengan mimpi," katanya.
Ali menyebutkan, kekhawatiran itu beralasan mengingat harga tanah yang terus naik sehingga semakin lama banyak pengembang yang tidak sanggup untuk membangun rumah murah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News