Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) akan fokus meningkatkan kinerja operasional perusahaan tahun ini. Peningkatan ini dimulai dari upaya peningkatan produksi, melakukan ekspansi dan efisiensi.
Head of Investor Relations SGRO Michael Kesuma menjelaskan, tahun ini Sampoerna Agro berupaya untuk fokus mencapai tingkat produksi yang optimal.
Tahun ini produksi minyak sawit (CPO) ditargetkan akan meningkat 15%-20% dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan data Sampoerna Agro, pada 2017 produksi CPO sebesar 322.761 ton.
Perkiraan produksi yang tinggi tersebut pun didasarkan atas dua faktor utama yakni faktor cuaca dan usia kebun sawit Sampoerna yang produktif di mana usia rata-ratanya sebanyak 10 tahun.
Michael membeberkan, adanya peningkatan produksi CPO dan Palm Kernel (PK) di tahun lalu menjadi penyebab peningkatan penjualan Sampoerna Agro. Tahun lalu, perusahaan ini memang mencatat kenaikan penjualan hingga 24%, dari Rp 2,91 triliun menjadi Rp 3,62 triliun.
"Jumlah penjualan dari kedua produk tersebut meningkat signifikan yang didasari peningkatan dalam aspek harga maupun volume," ujar Michael kepada Kontan.co.id, Rabu (28/3).
Menurut Michael, CPO dan PK mengalami peningkatan harga jual sebesar 8% dan 11%. Pada 2016 harga jual rata-rata CPO sebesar Rp 7.651 per kg meningkat 8% menjadi Rp 8.274 per kg. Sementara harga jual rata-rata PK pada 2016 sebesar Rp 6.600 per kg, dan meningkat menjadi Rp 7.302 per kg.
Michael mengatakan, pencapaian penjualan Sampoerna Agro sangat dipengaruhi oleh harga komoditas yang pergerakannya cukup besar. Namun, dia mengatakan pihaknya akan lebih fokus meningkatkan kinerja operasionalnya.
"Kalau panen meningkat 15%-20% tentunya pendapatan akan meningkat terlebih kalau harganya tetap atau meningkat. Tetapi ada banyak faktor yang mempengaruhi harga komoditas sawit. Jadi kami tidak mencoba menebak tapi mencoba meraih produksi yang optimal," ujar Michael.
Tahun lalu, Sampoerna Agro memang berhasil mencatatkan peningkatan penjualan. Namun, laba bersih perusahaan ini justru menurun 34,9% dibandingkan laba 2016 sebesar Rp 441,87 miliar.
Penurunan laba ini menurut Michael, bukanlah tanpa alasan. Tahun lalu perusahaan ini memang melakukan penjualan atas salah satu anak usahanya dan melakukan revaluasi aset. Inilah yang menjadi penyebab turunnya laba bersih meskipun pendapatannya meningkat.
"Kalau faktor penjualan anak usaha dan revaluasi aset tersebut dikeluarkan, maka pertumbuhan labanya bisa mencapai 150%," ujar Michael.
Menurut Michael, karena ada faktor penjualan dan revaluasi aset maka tidak tepat bila dikatakan laba menurun karena faktor perbandingannya tidak sama. Namun, dia yakin laba tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News