Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Digitalisasi operasi dinilai menjadi kunci dalam upaya menjaga kinerja hulu migas termasuk mengantisipasi unplanned shutdown. Seperti diketahui, unplanned shutdown kerap membuat kinerja produksi terpaksa harus terganggu atau tidak berjalan optimal.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengungkapkan, perlu ada transformasi digital pada sektor hulu migas.
Transformasi ini meliputi implementasi sistem untuk memprediksi perawatan, digitalisasi manajemen aset serta peningkatan jaringan Informasi Teknologi. "Sangat efektif mencegah unplanned shutdown dan juga meningkatkan produktivitas," ungkap Moshe kepada Kontan, Rabu (16/2).
Moshe melanjutkan, implementasi ini harus dilakukan seluruh operator termasuk operator lapangan besar. Terlebih, produksi migas nasional masih amat bergantung pada lapangan-lapangan besar.
Baca Juga: Ada Unplanned Shutdown, Produksi Migas Indonesia Tertekan di Awal Tahun
Menurutnya, saat ini implementasi digitalisasi operasional masih minim. Perusahaan masih memilik cara-cara konvensional. "Aset-aset banyak yang belum terdata secara digital, sehingga lebih sulit dipantau," kata Moshe.
Menurutnya, semakin tua sebuah lapangan migas maka infrastruktur dan instalasi maintenance juga memerlukan transformasi. Hal ini demi memastikan pengawasan dapat dilakukan dengan lebih baik.
Moshe melanjutkan, produksi dan lifting migas pada tahun ini pun bakal bergantung dari besaran investasi yang dikucurkan. "Lapangan-lapangan kita sudah tua, produksi sudah menurun. kalau business as usual ya akan tetap turun," papar Moshe.
Sebelumnya, Moshe mengungkapkan tren peningkatan harga minyak terjadi sejak kuartal III 2021 lalu. Adapun, kenaikan yang terjadi belakangan ini dipengaruhi konflik Rusia-Ukraina. Kendati demikian, kenaikan ini diproyeksikan hanya bersifat sementara. "Jadi iklim investasi masih volatile saat ini," pungkas Moshe.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News