kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Serap surplus listrik, PLN jaring potensi dari kawasan industri dan ekonomi khusus


Kamis, 06 Februari 2020 / 16:17 WIB
Serap surplus listrik, PLN jaring potensi dari kawasan industri dan ekonomi khusus
ILUSTRASI. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) melirik potensi konsumsi listrik dari empat kawasan ekonomi. ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf/foc.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) melirik potensi konsumsi listrik dari empat kawasan ekonomi, yakni Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) dan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT).

Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, seiring dengan penambahan jumlah kapasitas pembangkit, reserve margin dan keandalan listrik PLN pun semakin membaik.

Baca Juga: Kementerian ESDM soroti lambatnya penjualan listrik PLN tahun 2019

Darmawan memberikan gambaran, pada tahun 2015, dari 23 sistem besar kelistrikan yang dikelola PLN, 11 diantaranya masih berada di zona merah alias mengalami defisit.

Namun, defisit tersebut sudah tertangani sejak tahun 2017. "Saat itu PLN fokus bagaimana mengatasi defisit, sekarang reserve margin dan keandalan sudah lebih baik," kata Darmawan dalam rapat koordinasi kesiapan PLN melistriki Kamis KEK, KI, DPP dan SKPT, Kamis (6/2).

Dengan begitu, Darmawan mengatakan bahwa PLN pun mengubah strategi dari yang berbasis pasokan (supply driven strategy) menjadi berbasis permintaan (demand driven strategy). Alhasil, PLN tengah menjaring potensi pelanggan baru untuk menyerap listrik yang dihasilkan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Bisnis Regional Sulawesi & Kalimantan Syamsul Huda mengungkapkan, surplus listrik PLN berada di kisaran 30%. "Sekarang surplus macem-macem, ada yang masih di bawah 30%, 30% dan di atas 30%. Tugas PLN berikutnya bagaimana bisa menjual (listrik)," ujarnya.

Baca Juga: ESDM targetkan penambahan transmisi hingga 19.069 kilometer sirkuit hingga 2024

Syamsul memaparkan, kapasitas listrik PLN saat ini mencapai 66.833 megawatt (MW). Pada tahun ini, rencana pembangkit yang akan beroperasi komersial alias Commercial Operation Date (COD) dan masuk ke dalam sistem kelistrikan PLN mencapai 4.638 MW.

Untuk menyerap tambahan kapasitas listrik tersebut, maka PLN pun membutuhkan tambahan pelanggan dan peningkatan konsumsi listrik. Dengan begitu, reserve margin yang tidak terpakai bisa diminimalisasi.

"Kalau pembangkit sudah mulai COD, pelanggannya harus sudah siap. Sehingga tidak sampai terjadi reserve margin yang berlebihan," sebutnya.

Apalagi, konsumsi listrik pada tahun lalu tak cukup menggembirakan. Hal itu tergambar dari realisasi penjualan listrik PLN yang hanya tumbuh 4,65%. Padahal, perusahaan setrum plat merah itu menargetkan pertumbuhan sebesar 7,06%.

Baca Juga: Realisasi listrik 35.000 MW baru capai 19%, PLN sebut timeline proyek memakan waktu

"Secara umum, rata-rata pertumbuhan kita masih di bawah prediksi. Kita prediksi pertumbuhan beban sekitar 7%, saat ini masih di bawah 5%, menurut saya itu kurang sekali," ungkapnya.

Menurut Syamsul, kawasan-kawasan ekonomi ini sangat potensial untuk bisa menyerap listrik PLN. Untuk KEK misalnya, terdapat 15 KEK yang tersebar di Indonesia, dengan rincian 11 telah beroperasi dan empat KEK masih dalam tahap pembangunan.

Adapun, untuk Kawasan Industri (KI) terdapat 16 lokasi. PLN antara lain baru melayani tiga tenant di KI Kuala Tanjung dengan besaran 38 Mega Volt Ampere (MVA), dari kebutuhan 200 MW.

Lalu ada 11 tenang di KI Dumai dengan sambungan 70 MVA dari kebutuhan 120 MW. Selanjutnya, satu tenant di KI Wilmar Serang sebesar 15 MVA dari kebutuhan 90 MW. Selain itu, ada juga KI Bantaeng dengan besaran 40 MVA dari kebutuhan 600 MW, dan di KI Buli sebesar 2,6 MVA dari kebutuhan 60 MW.

Baca Juga: Topang keandalan listrik Jawa-Bali, sutet Balaraja-Kembangan jadi proyek prioritas

"Bagaimana caranya industri ini bisa menggeliat, sehingga konsumsi listrik meningkat. Geliatnay bisa tampak dari konsumsi listriknya," tandas Syamsul.

Sebagaimana yang diberitakan Kontan.co.id sebelumnya, pelambatan konsumsi listrik di sektor industri, menjadi penyebab tidak tercapainya target penjualan listrik PLN. Jika pada tahun 2018 pertumbuhan konsumsi listrik industri mencapai 6,45% secara tahunan, pada 2019 terjadi penurunan signifikan yang hanya tumbuh 1,04% saja.

Alhasil, penjualan tenaga listrik PLN sepanjang tahun lalu hanya mencapai 245,52 TeraWatthour (TWh) atau hanya tumbuh 4,65% dibanding realisasi tahun 2018 yang sebesar 234,61 TWh. 

Padahal, perusahaan setrum plat merah itu menargetkan penjualan tenaga listrik sebesar 248,8 TWh di tahun 2019 atau dengan persentase pertumbuhan 7,06% secara tahunan. Pertumbuhan yang hanya 4,65% ini juga lebih mini dari penjualan listrik PLN tahun 2018 yang tumbuh 5,14% secara tahunan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×