kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Setelah merger, Gunawan Dianjaya (GDST) rampungkan pabrik dan utamakan efisiensi


Kamis, 27 September 2018 / 13:38 WIB
Setelah merger, Gunawan Dianjaya (GDST) rampungkan pabrik dan utamakan efisiensi
ILUSTRASI. Pabrik baja GDST


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana merger antara PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) dengan PT Jaya Pari Steel Tbk (JPRS) akhirnya mendapatkan persetujuan pemegang saham.

Hadi Sutjipto, Direktur PT GDST mengatakan pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dilaksanakan kedua emiten tersebut kemarin, Rabu (26/9) memutuskan menyetujui aksi penggabungan kedua perusahaan.

Sementara soal rencana konversi saham masih sama dengan apa yang diumumkan pada hari sebelumnya. "Semua yang dipublikasikan kemarin soal konversi dapat disepakati untuk dilaksanakan," ujar Hadi kepada Kontan, Kamis (27/9).

Adapun berdasarkan prospektus yang dipublikasikan perseroan di situs BEI, Senin lalu (24/9), kedua emiten baja tersebut telah menyelesaikan proses penilaian independen sehingga mendapatkan niai pasar wajar 100% saham JPRS adalah sebesar Rp 381 per lembar saham.

Dengan demikian, rasio konversi saham diperoleh dengan perbandingan nilai pasar wajar GDST dan JPRS yang telah ditentukan oleh penilai independen yaitu sebesar 1 : 1,39.

Dengan kata lain, setiap 1 saham JPRS sebelum penggabungan, akan mendapatkan 1,39 saham GDST setelah penggabungan.

Berdasarkan rasio konversi saham tersebut, maka setiap 1 saham yang dipegang oleh pemegang saham JPRS akan mendapatkan 1,39 saham GDST atau secara total berjumlah 1.042.50.000 saham dengan nilai Rp 104,25 miliar yang mewakili 11,28% saham GDST setelah merger efektif.

Mengenai rencana pasca merger, Hadi mengaku perseroan tetap menjalankan strategi yang sudah dicanangkan dari awal. "Untuk jangka pendek ini kami fokus pada penyelesaian plate mill unit II milik perseroan," ungkapnya.

Seperti yang diketahui, GDST memundurkan target penyelesaian ekspansi pabrik plate mill unit II yang awalnya bisa rampung di semester II 2017.

Penyebab utama perusahaan memundurkan jadwal penyelesaian pabrik karena kondisi pasar baja yang belum kondusif, di mana kondisi permintaan baja dinilai belum agresif.

Hadi mengutarakan saat ini progress pembangunan lini kedua GDST itu sudah mencapai 80%. "Diperkirakan awal 2020 (mulai beroperasi)," terangnya.

Menurut rancang bangun Gunawan Dianjaya, pabrik plate mill II memiliki kapasitas produksi 1 juta ton pelat baja per tahun. Kapasitas produksi tersebut 2,5 kali lebih besar ketimbang kapasitas produksi terpasang saat ini, yakni 400.000 ton pelat baja per tahun.

Jadi, kalau pembangunan pabrik plate mill II rampung, mereka akan memiliki total kapasitas produksi terpasang 1,4 juta ton pelat baja per tahun.

Sedangkan harapan jangka panjang dengan merger ini, manajemen akan menggenjot efisiensi baik dari segi bisnis maupun produksi. "Tidak lain demi efisiensi utilisasi sumber daya dari kedua emiten ini," kata Hadi.

Menilik laporan keuangan semester I 2018, penjualan perseroan tercatat sebanyak Rp 604 miliar. Jumlah tersebut turun 0,16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp 605 miliar.

Selain itu kinerja perseroan tertekan dengan meningkatnya beban pokok penjualan 9,1% menjadi Rp 585. Sehingga laba kotor tergerus menjadi Rp 19 miliar, turun 72% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 68 miliar.

Setelah dikurangi dengan beban administrasi serta keuangan, GDST menorehkan minus di laba komprehensif periode berjalan Rp 26,2 miliar, anjlok dibandingkan semester I 2017 lalu yang masih meraup positif Rp 6,8 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×