kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Hulu migas Indonesia mulai kembali dilirik investor, saatnya eksplorasi dimassifkan


Sabtu, 24 Agustus 2019 / 13:15 WIB
Hulu migas Indonesia mulai kembali dilirik investor, saatnya eksplorasi dimassifkan
ILUSTRASI. Kepala SKK Migas Dwi Seotjipto


Reporter: Azis Husaini, Filemon Agung | Editor: Azis Husaini

KONTAN: Selain POSCO, ada lagi?

DWI SOETJIPTO: Kami terus berusaha untuk terus melakukan berbagai upaya marketing. Sebab, ada hal yang cukup menarik bahwa kita punya 128 cekungan, yang di eksplorasi dan eksploitasi baru 54 cekungan, dan ada 74 cekungan yang belum digarap. Potensi pengeboran minyak tahap lanjut atau EOR di Indonesia itu juga banyak, ada 129 lapangan (15 wilayah kerja) dan bisa dihasilkan dari EOR 3,9 BnBO recoverable resources. Adapun komitmen kerja pastri dari proyek EOR sebesar US$ 446 juta. Kami juga mempercepat proyek-proyek EOR, yakni tahun 2019 ini field trial EOR di 2019, lapangan Tanjung Jatibarang dan Gemah, lalu early acces di WK Rokan untuk mempercepat proyek minas chemical EOR (surfactant).

KONTAN: Sudah ada perusahaan yang berminat untuk proyek EOR ini? Ini di lapangan Pertamina semua EOR-nya?

DWI SOETJIPTO: Benar, malah dengan adanya proyek EOR yang dicanangkan malah ada investor ingin masuk ke proyek ini. Nanti kita hitung-hitungan, kalau mereka masuk dengan dananya sendiri dan menghasilkan ya dibagi dua, tetapi kalau tidak ya tanggung mereka sendiri. Sama dengan pengelolaan lapangan marginal yang sudah tidak diurus Pertamina EP. Kami akan kerjasamakan dengan BUMD atau swasta. Skemanya sama, kalau menghasilkan dibagi dua ke negara dan kalau tidak menghasilkan ya tanggung sendiri biaya operasionalnya, tidak diganti.

KONTAN: Memang kalau tidak ada upaya percepatan produksi, berapa turunnya?

DWI SOETJIPTO: Bisa 20% turunya pertahun, decline secara alamiah. Tetapi dengan upaya yang kami lakukan bersama pemerintah kami harap hanya 3% turunnya. Upayanya misalnya, manajemen reservoir yang baik, eksekusi work program rutin secara massif dan agresif, percepatan perpajangan 22 WK yang akan expired, early access dan percepatan investasi pada WK transisi, reaktivasi sumur dan lapangan idle dan suspended, implementasi inovasi an teknologi, percepatan monetisasi undevelop melalui POD baru atau POP, re-evaluasi POD-POD yang pending, clustering gas resources.

Apalagi kalau ada eksplorasi yang ditemukan giant discovery, data saya menyebutkan pada tahun 2025 sampai 2041 produksi bisa naik.  Saat ini lifting minyak kita diangka sekitar lebih dari 700.000 barel per hari.

KONTAN: Maksud dari clustering gas resources itu apa?

DWI SOETJIPTO: Jadi begitu, kami sudah melakukan clustering lima sampai enam wilayah untuk dibuat kluster gas. Misalnya, dalam wilayah itu tidak ada pembangkit yang bisa menyerap, kami tugasnya mencari investor industri agar mau membangun industri berbasis gas alam. Nanti pembangunan industrinya dekat dengan sumur gas agar efisien, jika sudah dalam hitungan bisnis ekonomis untuk dibor, maka akan dibor oleh KKKS.

KONTAN: Bagaimana dengan proyek yang pending, seperti IDD?

DWI SOETJIPTO: Jadi memang IDD Chevron yang habis kontrak 2027-2028 itu masih sedang di review, investornya Chevron, ENI, Cinopec. Mereka bertiga meminta insentif yang bisa diberikan pemerintah ekonomis atau tidak. Kita sendiri terus memanggil mereka dan diskusi tetapi kita juga tidak mencampuri secara langsung portofolio, Chevron punya pandangan portofolio mana yang mau duluan di garap. Kita sedang menunggu, tanggapan dari mereka, saya rasa tidak lama lagi bisa datang kembali melaporkan.

KONTAN: Bisa dipercepat seperti proyek Blok Masela?

DWI SOETJIPTO: Bedanya kasusnya, kalau Masela itu antara pemerintah dan KKKS. Kalau IDD sesama investor didalamnya. Kalau IDD, gap antar para ivestor harus diselesaikan. Kami terus menanyakan ini, soalnya ini kan blok migasnya berakhir 2027-2028, ini tidak progres tentu kami tanya mereka. Kami punya kewenangan mengevaluasi. Kita lihat nanti.

KONTAN: Selain program EOR, SKK Migas juga menekankan adanya penambahan produksi? Di Cepu minta ditambah produksinya sampai 250.000 bph memang mampu fasilitasnya?

DWI SOETJIPTO: Jadi begini,nomor satu savety. Oleh karena itu potensi untuk meningkat produksinya akan dikaji, kajiannya juga ke seluruh fasilitas produksi jangan ada kejadian yang tidak diinginkan. Yang penting itu keamanan, stabilitas, baru improvment. Prosesnya harus begitu. Harus study dulu, termasuk Amdal. Memang di akhir agustus ini akan ada presentasi soal Cepu, mampu gak segitu (250.000 bph), dampak lingkungan itu penting, kita lihat dulu Amdalnya berapa?

KONTAN: Salah satu investor tidak mau tambah produksi katanya karena gross split, mereka mau efisien saja, apa gross split dihapus saja?

DWI SOETJIPTO: Jadi begini yah, segala pola yang dipraktekan PSC itukan arahnya apa yang mau dicapai? gross split itu agar KKKS betul betul bertanggung jawab punya kepentingan kontrol efisiensi, di sana yang dituju. Sesungguhnya dengan gross plit industri bisa running lebih efieisen, kalau efisensi, investor akan datang dengan kalkulasi industri ini efisien. Tetapi kalau banyak ketidaktentuan dalam industri ini, regulasi berubah terus, dan pengurusan perizinan lambat, mau cost recovery juga sulit dan hanky pangky dan gak efisien.

KONTAN: Banyak perusahaan hulu migas kini aktif di hilir, apa nanti mereka fokus? Apa boleh masuk hilir?

DWI SOETJIPTO: Tidak apa apa, itu kan bagus untuk masyarakat, suatu hari hilir ini akan terbuka karena tuntutan publik, kalau ada kompetisi akan ada harga wajar. Ini pertamina sebenarnya sudah memiliki daya saing, karena di ritel itu infrastruktur adalah aset terpenting dan Pertamina sudah beroperasi lama dan punya infrastruktur. Pemain baru memang sudah masuk Jawa sekarang, jadi saya pikir ini tidak masalah.

Saya percaya, tidak mungkin sebuah bisnis matang dan semakin hebat kalau tidak ada lawan. Its good, itu akan membuat Pertamina sadar akan adanya persaingan. Saya berpikir bahwa mendapat hak monopoli dan boleh tunjuk langsung pasti tidak efisien. Kalau produk di proteksi jelek lah hasilnya.

Dii ritel dari dulu saya bilang, kita harus aware di hilir tidak mungkin dipertahankan. Kalau ada BBM yang masih di subsidi, bicara subsidi tidak perlu ada di produk. Kalau di produk tidak akan maju, LPG misalnya dengan disubsidi maka industri gas pipa itu tidak jalan, coal to gas tidak jalan karena bersaing produk tersubsidi langsung gugur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×