kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Silahkan di kawal, UU Minerba yang baru bakal digugat ke MK pekan depan


Jumat, 19 Juni 2020 / 08:51 WIB
Silahkan di kawal, UU Minerba yang baru bakal digugat ke MK pekan depan
ILUSTRASI. Hakim tunggal I Wayan Merta mengetuk palu usai membacakan putusan sidang praperadilan Jessica Kumala Wongso yang menjadi tersangka dugaan pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (1/3). Pengadilan Negeri


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Pratama Guitarra

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Koalisi Masyarakat Pengawal Kedaulatan Minerba berencana melakukan gugatan melalui judicial review atau hak uji materi atas Undang-Undang Nomor 03 tahun 2020 tentang perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada pekan depan.


Gugatan itu seiring dengan sudah ditekennya UU Minerba yang baru oleh Presiden Ri Joko Widodo (Jokowi) pada 10 Juni 2020 ini.


Pengamat Hukum Energi dan Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara (Untar) yang masuk dalam Koalisi Masyarakat Pengawal Kedaulatan Minerba, Ahmad Redi menyampaikan bahwa pihaknya sudah beberapa kali melakukan pembahasan dengan para pihak yang akan jadi pemohon judicial review.

Baca Juga: INDY masih memantau perubahan aturan soal perpanjangan kontrak


“Kami akan judicial review ke MK insya allah pekan depan. Kami akan uji forlim terlebih dahulu,” terangnya kepada Kontan.co.id, Jumat (19/6).


Sebelumnya ia menilai bahwa UU Minerba cacat secara formalitas dan substansi. Dari segi formalitas, pembahasan UU Minerba hanya melibatkan pemerintah dan DPR RI. Di sisi lain, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sama sekali tidak dilibatkan dalam pembahasan beleid tersebut.


“Tidak ada Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari DPD, makanya ini tidak sesuai prosedur,” ujarnya.


Selain itu, UU Minerba juga menyalahi aspek carry over atau mekanisme pelimpahan pembahasan. Syarat carry over adalah pembahasan suatu peraturan atau undang-undang sudah pernah dilakukan di periode DPR RI sebelumnya.

Baca Juga: Investasi bisa terhambat, APBI tegaskan revisi PP 23/2010 perlu segera diterbitkan


Pada kenyataannya, DIM RUU Minerba baru diserahkan pemerintah pada September 2019 atau di penghujung masa kerja DPR RI periode 2014-2019. Pembahasan pun baru sempat dilakukan oleh DPR RI periode 2019-2024.


Dari sisi substansi, ada sejumlah poin di RUU Minerba yang bermasalah. Salah satunya adalah perpanjangan izin kontrak dan luas wilayah tambang minerba yang mana terdapat perubahan frasa ‘dapat diperpanjang’ menjadi ‘dijamin’.


Redi menilai, terdapat banyak frasa bermakna jaminan di dalam RUU Minerba yang cenderung mempermulus langkah pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Baca Juga: Delta Dunia Makmur (DOID) tengah bernegosiasi soal perpanjangan kontrak


“Dalam konteks norma hukum, keberadaan jaminan ini tidak sesuai dengan pembentukan UU. Sebab, ada potensi monopoli kegiatan usaha oleh perusahaan non BUMN,” ungkap dia.


Di samping itu, perizinan usaha yang diatur dalam RUU Minerba juga cenderung sentralistik. Dalam hal ini, izin tambang hanya melibatkan pemerintah pusat. Namun di sisi lain, pemerintah daerah tetap ditugaskan memastikan penerbitan izin pendukung kegiatan tambang, seperti izin pembebasan lahan dan izin lingkungan.


“Padahal, seusai amanat UUD 1945, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah harus selaras,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×